JAKARTA. Pesawat Boeing 737-900 ER milik PT Lion Mentari Airlines (Lion Air) tergelincir sebanyak dua kali yakni pada 14 Februari dan 15 Februari 2011 di bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekan Baru, Riau. Oleh karena itu, saat ini pesawat jenis itu dilarang mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim II ketika kondisi hujan atau landasan basah. Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti mengatakan larangan mendarat itu dikeluarkan berdasarkan hasil evaluasi mereka. Herry mengatakan insiden Lion Air disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya kondisi landasan yang basah. "Panjang landasan pacu bandara 2.250 meter, sebenarnya memungkinkan untuk pendaratan Boeing 737-900 ER," ungkap Herry, dalam jumpa pers, Rabu (16/2). Terkait insiden itu, Herry mengatakan pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap semua bandara yang ada terutama yang menjadi pendaratan Boeing 737-900 ER. Saat ini di Indonesia hanya Lion Air yang mengoperasikan pesawat berbadan lebar itu yaitu sebanyak 44 unit pesawat. Sementara untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II, pemerintah sudah menyiapkan anggaran untuk menambah panjang dan lebar landasan pacu. Panjang landasan pacu akan ditambah hingga menjadi 2.600 meter (m). Sedangkan lebarnya dari 30 (m) akan ditambah menjadi 45 (m). Proyek itu akan dibiayai bersama oleh pemerintah dan PT Angkasa Pura II. Pemerintah sendiri mengalokasikan dana Rp 5 miliar pada tahun ini untuk pengerjaan tanah. Herry mengatakan kementerian perhubungan juga akan melakukan audit terhadap Lion Air terkait kecelakaan yang terjadi. Audit terutama dilakukan terhadap Safety Management System (SMS). Evaluasi juga dilakukan terhadap pilot yang menerbangkan pesawat itu. Setelah insiden itu, pilot biasanya tidak boleh menerbangkan pesawat minimal selama 15 hari. "Kalau kesalahannya dominan pilot bisa di-grounded jadi co pilot," ungkap Herry.
Boeing 737-900 ER milik Lion Air tidak boleh mendarat di Bandara Pekanbaru
JAKARTA. Pesawat Boeing 737-900 ER milik PT Lion Mentari Airlines (Lion Air) tergelincir sebanyak dua kali yakni pada 14 Februari dan 15 Februari 2011 di bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekan Baru, Riau. Oleh karena itu, saat ini pesawat jenis itu dilarang mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim II ketika kondisi hujan atau landasan basah. Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti mengatakan larangan mendarat itu dikeluarkan berdasarkan hasil evaluasi mereka. Herry mengatakan insiden Lion Air disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya kondisi landasan yang basah. "Panjang landasan pacu bandara 2.250 meter, sebenarnya memungkinkan untuk pendaratan Boeing 737-900 ER," ungkap Herry, dalam jumpa pers, Rabu (16/2). Terkait insiden itu, Herry mengatakan pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap semua bandara yang ada terutama yang menjadi pendaratan Boeing 737-900 ER. Saat ini di Indonesia hanya Lion Air yang mengoperasikan pesawat berbadan lebar itu yaitu sebanyak 44 unit pesawat. Sementara untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II, pemerintah sudah menyiapkan anggaran untuk menambah panjang dan lebar landasan pacu. Panjang landasan pacu akan ditambah hingga menjadi 2.600 meter (m). Sedangkan lebarnya dari 30 (m) akan ditambah menjadi 45 (m). Proyek itu akan dibiayai bersama oleh pemerintah dan PT Angkasa Pura II. Pemerintah sendiri mengalokasikan dana Rp 5 miliar pada tahun ini untuk pengerjaan tanah. Herry mengatakan kementerian perhubungan juga akan melakukan audit terhadap Lion Air terkait kecelakaan yang terjadi. Audit terutama dilakukan terhadap Safety Management System (SMS). Evaluasi juga dilakukan terhadap pilot yang menerbangkan pesawat itu. Setelah insiden itu, pilot biasanya tidak boleh menerbangkan pesawat minimal selama 15 hari. "Kalau kesalahannya dominan pilot bisa di-grounded jadi co pilot," ungkap Herry.