Boeing Berpotensi Rugi hingga US$ 3,5 Miliar Jika Aksi Mogok Pekerja Berlarut-larut



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mogok kerja yang dilakukan oleh sekitar 33.000 pekerja Boeing telah menghentikan produksi pesawat terlaris dari perusahaan kedirgantaraan Amerika ini.

Aksi mogok yang dimulai pada hari Jumat tersebut terjadi di berbagai pabrik Boeing yang terletak di Washington, Oregon, dan California, setelah para pekerja menolak tawaran kontrak yang sebelumnya telah dinegosiasikan dan didukung oleh serikat pekerja mereka.

Meskipun penghentian produksi ini tidak akan langsung memengaruhi penerbangan komersial, dampak finansial bagi Boeing diperkirakan akan sangat signifikan.


Boeing, yang bermarkas di Arlington, Virginia, namun memiliki akar di wilayah Seattle di mana mayoritas pesawatnya diproduksi, telah lama menghadapi tantangan keuangan dan reputasi yang buruk selama beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: Boeing Siap Kembali ke Meja Perundingan Setelah Pekerja Pabrik Memilih Mogok Kerja

Bagaimana Mogok Kerja Ini Akan Mempengaruhi Penerbangan Komersial?

Untuk sementara waktu, mogok kerja ini diperkirakan tidak akan langsung berdampak pada penumpang maskapai penerbangan kecuali jika berlangsung dalam waktu yang sangat lama.

Saat ini, mogok kerja tersebut menghentikan produksi pesawat Boeing 737 Max, pesawat terlaris perusahaan ini, serta pesawat kargo Boeing 777 dan Boeing 767 di pabrik-pabrik yang berlokasi di Renton dan Everett, Washington, yang berdekatan dengan Seattle.

Namun, produksi Boeing 787 Dreamliner di South Carolina tidak terpengaruh karena pabrik tersebut menggunakan pekerja non-serikat.

Biasanya, maskapai penerbangan memesan pesawat dalam jumlah besar, namun pengiriman pesawat ini tersebar selama beberapa tahun. Oleh karena itu, mogok kerja ini tidak mungkin menyebabkan kekurangan pesawat secara langsung di maskapai tertentu.

Akan tetapi, beberapa maskapai mungkin harus memperpanjang masa operasional pesawat-pesawat lama mereka karena pengiriman pesawat Boeing yang mereka pesan untuk penggantian akan tertunda.

Dampak signifikan justru akan dirasakan oleh Boeing sendiri dari sisi arus kas. Berdasarkan perkiraan dari analis kedirgantaraan TD Cowen, Cai von Rumohr, mogok kerja yang berlangsung lama, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1995 dan 2008, dapat berlangsung hingga pertengahan November.

Baca Juga: Pekerja Boeing di AS Mogok Kerja, Produksi 737 MAX Terhenti

Pada saat itu, pembayaran mingguan sebesar US$150 yang diterima pekerja dari dana mogok serikat pekerja mungkin tidak cukup menjelang liburan, sehingga mereka akan menghadapi tekanan finansial.

Jika mogok kerja ini berlangsung hingga pertengahan November, Boeing diperkirakan akan kehilangan arus kas hingga US$3,5 miliar. Hal ini mengingat bahwa perusahaan menerima sekitar 60% dari harga jual pesawat ketika pesawat tersebut dikirimkan kepada pembeli.

Sebagai perbandingan, mogok kerja yang terjadi pada tahun 2008 selama delapan minggu menyebabkan perusahaan kehilangan pendapatan sebesar US$100 juta per hari.

Kekuatan Tawar Pekerja yang Mogok

Pekerja yang mogok merupakan tenaga kerja terampil yang tidak mudah untuk digantikan oleh Boeing. Art Wheaton, Direktur Studi Ketenagakerjaan di Cornell University, menyatakan bahwa Boeing sangat memerlukan kelanjutan produksi pesawat, terutama karena perusahaan ini telah menghadapi tantangan finansial akibat masalah keselamatan yang sering disebabkan oleh kurangnya tenaga kerja.

Anggota serikat pekerja International Association of Machinists and Aerospace Workers (IAMAW) yang mogok memiliki kekhawatiran yang sah terkait tawaran kontrak yang ditolak. Tawaran kontrak tersebut mengusulkan kenaikan gaji sebesar 25% dalam empat tahun, jauh di bawah tuntutan awal serikat sebesar 40% dalam tiga tahun.

Selama 10 tahun terakhir, para pekerja tidak menerima kenaikan gaji yang signifikan, dan mereka merasa ini adalah waktu yang tepat untuk menuntut kompensasi yang lebih baik.

Baca Juga: Pekerja Mogok, Boeing Siap-siap Rugi Miliaran Dolar AS

Selain itu, inflasi dan kenaikan biaya hidup semakin memperburuk ketegangan antara pekerja dan perusahaan. Poin utama dalam negosiasi awal adalah pengembalian sistem pensiun tradisional yang telah dihapuskan satu dekade lalu.

Namun, serikat pekerja akhirnya setuju dengan peningkatan kontribusi ke dalam akun pensiun 401(k) pekerja dan janji bahwa Boeing akan membangun pesawat baru mereka berikutnya di negara bagian Washington.

Langkah Boeing Selanjutnya

Boeing telah menyatakan kesiapannya untuk kembali ke meja perundingan. Dalam pernyataan resmi perusahaan, mereka menegaskan bahwa perjanjian tentatif yang sebelumnya disepakati dengan pimpinan IAMAW tidak diterima oleh anggotanya, dan perusahaan berkomitmen untuk memperbaiki hubungan dengan para pekerja dan serikat.

Brian West, Chief Financial Officer Boeing, menyatakan bahwa CEO baru mereka, Kelly Ortberg, yang baru menjabat pada 8 Agustus, sudah bekerja untuk menanggapi keberatan yang diajukan oleh anggota serikat. Para analis percaya bahwa Boeing perlu bergerak lebih dekat ke tawaran awal serikat, yaitu kenaikan gaji 40%, dan mungkin membuat konsesi lain.

Baca Juga: Boeing Serahkan 40 Pesawat pada Agustus 2024, Naik 5 Unit dari Tahun Lalu

Lebih dari sekadar masalah finansial, reputasi Boeing juga menjadi taruhan dalam negosiasi ini. Menurut Art Wheaton, Boeing tidak dapat menanggung dampak buruk tambahan terhadap reputasinya, mengingat berbagai masalah yang telah dihadapi perusahaan sepanjang tahun ini, termasuk insiden yang melibatkan pesawat Alaska Airlines pada bulan Januari dan permasalahan pada pesawat luar angkasa Boeing dalam misi NASA.

Mogok kerja ini juga dapat memperburuk posisi Boeing dalam persaingannya dengan Airbus, rival utama dari Eropa, dalam hal pesanan dan pengiriman pesawat baru. Setelah mengalami kerugian lebih dari US$25 miliar dalam enam tahun terakhir, Boeing berisiko semakin tertinggal dalam persaingan global tersebut jika tidak segera menyelesaikan perselisihan ini.

Editor: Handoyo .