BOJ Mempertahankan Tingkat Bunga di Level Negatif Meski Inflasi di Atas Target



KONTAN.CO.ID - TOKYO. Bank of Japan mempertahankan suku bunga di level sangat rendah pada Jumat (22/9). BOJ juga memaparkan akan mencari cara sampai inflasi mencapai target 2%. Ini menunjukkan BOJ tidak terburu-buru menghentikan program stimulus besar-besaran secara bertahap. 

Selama ini pasar memantau komentar Gubernur BOJ Kazuo Ueda mengenai rencana moneter BOJ dalam menghentikan program stimulus. Ini seiring dengan sinyal bank sentral AS dan bank sentral lainnya yang akan akan mempertahankan suku bunga pinjaman di level lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama demi membatasi tekanan harga.

Namun kemarin, BOJ mempertahankan suku bunga jangka pendeknya sebesar -0,1% dan imbal hasil obligasi 10 tahun sekitar 0% pada pertemuan dua hari yang berakhir pada hari Jumat. 


Baca Juga: Efek Kejut BOJ Mereda, Pasar Obligasi Dikejutkan Hasil Lelang SBSN

BOJ memperkirakan perekonomian akan terus pulih secara moderat dan inflasi menunjukkan tanda perbaikan baru. "Kami belum melihat inflasi akan mencapai target harga kami secara stabil dan berkelanjutan. Itulah sebabnya kami harus sabar mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar," kata Ueda 

BOJ akan mengubah kebijakan jika target tercapai. "Sejak kami menerbitkan laporan prospek bulan Juli, inflasi tidak melampaui batas tajam. Namun tidak melambat sebanyak yang kami perkirakan," terang Ueda. Dia mencatat pertumbuhan keuntungan perusahaan positif dengan kenaikan upah naik di tahun depan.

Keputusan BOJ berbeda dengan keputusan bank sentral Amerika dan Eropa yang dalam pertemuan baru-baru ini mengisyaratkan tekad menjaga biaya pinjaman tetap tinggi untuk mengendalikan inflasi. Bank sentral Jepang tidak membuat perubahan pedoman dan berjanji mengambil langkah-langkah pelonggaran tambahan tanpa ragu-ragu. 

Padahal jika dilihat data inflasi Jepang telah melebihi target BOJ sebesar 2% dan yen kembali melemah. Pasar pun mulai mencari sinyal baru yang mungkin diberikan Ueda agar ada perubahan kebijakan.

Baca Juga: Yen Finds Support, Dollar Rebounds Ahead of US Inflation

Data Jumat menunjukkan inflasi inti Jepang mencapai 3,1% pada bulan Agustus, berada di atas target bank sentral sebesar 2%. Angka inflasi Jepang juga tertinggi selama 17 bulan berturut-turut sebagai tanda meningkatnya tekanan harga di negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia.

Ueda dalam sebuah wawancara baru-baru ini mengatakan, BOJ mungkin memiliki pada akhir tahun untuk menentukan apakah akan mengakhiri suku bunga negatif jika telah memiliki cukup data. Sehingga meningkatkan ekspektasi pasar terhadap perubahan kebijakan jangka pendek.

Jajak pendapat Reuters pada September menyebut jika sebagian besar ekonom memperkirakan suku bunga negatif Jepang akan berakhir pada 2024. Padahal sebelumnya, ada potensi kenaikan suku bunga dan membuat imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun naik ke level tertinggi dalam satu dekade pada hari Kamis.

BOJ beranggapan masih ada tantangan dalam menghentikan stimulus radikal. Mantan Gubernur Haruhiko Kuroda menyebut diantaranya adalah lemahnya perekonomian global dan risiko lonjakan imbal hasil obligasi yang akan meningkatkan biaya pendanaan utang publik Jepang yang sangat besar.

Pejabat BOJ, termasuk Ueda, juga menekankan perlu mempertahankan kebijakan yang longgar sampai mereka yakin bahwa inflasi akan mencapai angka 2% secara stabil. Tanda tersebut menurut BOJ bisa dilihat dari pertumbuhan konsumsi dan upah yang kuat dan bukan faktor sementara seperti harga minyak global.

Pelemahan yen menurut para analis juga bukan karena faktor fundamental dari Jepang seperti kenaikan tingkat upah atau inflasi. Tapi karena prospek suku bunga AS yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama. Efeknya mata uang pasangan dollar AS, termasuk yen melemah mendekati 150 per dolar. 

Baca Juga: Suku Bunga Negatif Jepang Bakal Berakhir, Ada Aksi Jual di Pasar Obligasi

Pelemahan yen juga membuat pejabat pemerintah meminta BOJ untuk memainkan perannya. Sebab melemahnya yen bisa berdampak pada kenaikan biaya impor. Efeknya Jumat (22/9), pasangan USD/JPY kembali melemah 0,48% di 149. 

Editor: Avanty Nurdiana