Bola panas Freeport masih terus mengelinding



KONTAN.CO.ID - Mestinya, Rabu (6/9) kemarin adalah batas sepekan Presiden Joko Widodo meminta perundingan dengan PT Freeport Indonesia dirampungkan lantaran peringgi Freeport masih di Indonesia. Faktanya: perundingan dengan perusahaan Amerika Serikat itu masih tidak jelas.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM belum menyelesaikan detail kesepakatan dalam perjanjian tertulis dengan PT Freepor Indonesia. Antara lain: perubahan status dari kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), divestasi 51% sahham Freeport, masalah perpakakan, kewajiban pembangunan smelter hingga perpanjangan kontrak hingga 2041.

Mirisnya, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN kini malah saling lempar tanggung jawab soal perundingan ini. Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan ESDM sekarang ini tinggal menunggu hasil negosiasi divestasi saham 51% itu. "Kalau divestasi sesuai arahan Presiden (Joko Widodo) yang menangani adalah Kementerian BUMN. Jadi bukan di kami lagi, kami hanya mendukung. Karena itu akan dimasukkan dalam laporan IUPK, keputusannya," terangnya di Gedung DPR, Rabu (6/9).


Adapun penyelesaian stabilitas investasi, berupa pajak-pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan asal Amerika Serikat (AS) seperti PPh, PPN, PBB, pajak daerah dan pajak pusat, Jonan bilang itu tanggungjawab ke Kementerian Keuangan (Kemkeu).

Jonan menegaskan, Kementerian ESDM kini tinggal menunggu laporan-laporan dari dua Kementerian itu. "Putusan dari negosiasi itu masuk sebagai lampiran dalam IUPK," ujar Jonan.

Adapun, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius K Ro buru-buru menjawab, Kementerian BUMN sifatnya juga menunggu soal divestasi saham perusahaan asal AS itu.

"Kita boleh menjawab yang berbeda dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan, kan? Intinya pemerintah dulu (ambil keputusan), baru kami. Dari pemerintah adalah keputusannya apakah mau diambil pemerintah yaitu Kementerian ESDM dan kementerian Keuangan," terangnya di Gedung DPR, Rabu (6/9).

Aloysius bilang, secara inisiatif, Kementerian BUMN sudah melakukan kajian atas divestasi saham 51% itu. Sayang, ia enggan menyebutkan, skemanya serta taksiran harga sahamnya.

Yang jelas, kata Aloysius, valuasi harga tergantung pada hasil negosiasi semua poin. "Valuasi tak bisa berdasarkan asumsi. Itu porsi pemerintah. Kita sifatnya menunggu saja. Kita siapkan bersama dengan Pemda," tandasnya.

Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), Holding BUMN Pertambangan, Winardi menyatakan Inalim masih menunggu keputusan apakah diambil oleh BUMN atau tidak.

Adapun mengenai pendanaan pengambilan divestasi pihaknya tidak terlalu mempermasalahkan. "Kita siap terus (ambil divestasi 51%. Dananya kan pasti holding dan konsorsium. Pastinya dana dari situ. Semua alternatif dijajaki," tandasnya.

Sementara itu, Juru Bicara PT Freeport Indonesia malah menyatakan bahwa banyak detail yang perlu disepakati antara pemeirntah dan Freeport. "PR nya masih banyak," ungkap dia kepada KONTAN, Rabu (6/9).

Dia menjelaskan, saat ini Richard C. Adkerson Vice Chairman, President and Chief Executive Officer Freeport-McMoRan Inc masih di Indonesia. Adkerson hingga kini masih menunggu pembahasan perundingan selanjutnya oleh pemerintah. "Saya tidak tahu sampai kapan di Indonesia," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini