KONTAN.CO.ID - Menurut teori finansial maka klasifikasi utang ada 2 jenis, yakni utang produktif dan utang konsumtif. Kali ini akan membahas terlebih dahulu utang produktif. Seperti yang disampaikan Aidil Akbar Madjid, Financial Planner & Crypto Enthusiast utang produktif memiliki beberapa ciri.
Pertama, harga atau nilai aset yang dibeli dengan utang produktif naik seiring waktu.
Contoh, properti seperti tanah, rumah, ruko, apartemen yang nilainya naik dari tahun ke tahun.
Kedua, aset yang dibeli bisa turun atau susut, tetapi bisa menghasilkan pendapatan untuk membayar cicilan utang. Contoh, kendaraan yang disewakan atau untuk layanan transportasi online. Nilai kendaraan turun, tetapi pendapatan dari penyewaan kendaraan bisa digunakan untuk membayar cicilan.
Ketiga, bisa meningkatkan produktivitas. Contoh gadget seperti laptop, handphone dengan spesifikasi tinggi bagi seseorang yang berprofesi wartawan atau konten kreator. Menurut Eko Endarto, Perencana Keuangan Finansia Consulting utang produktif adalah utang yang memberi peningkatan nilai bagi si pengambil pinjaman. Baca Juga:
Wajib Dicermati, Bijak Kelola Utang agar Tidak Terhimpit Aneka Cicilan Lantas apa yang harus diperhatikan jika hendak mengajukan utang produktif?
Pertama, kemampuan membayar cicilan dan sumber dana Nah, sesuai kaidah keuangan maka Anda wajib paham benar kemampuan Anda dalam membayar cicilan yang hendak Anda ajukan dan pastikan sumber dana diperoleh dari pendapatan atau penghasilan bulanan yang besaran tiap bulannya sama. Hal ini untuk memudahkan Anda membayar cicilan tiap bulan nantinya, tanpa mengganggu pos pengeluaran lainnya. Jika pendapatan atau penghasilan bulanan tidak rutin besarannya, maka hitung total penghasilan dalam setahun dan dibagi 12, supaya Anda bisa memperoleh angka rata-rata penghasilan bulanan Anda. Namun sebaiknya besaran cicilan jangan menyamai rata-rata penghasilan tersebut, tetapi patok sedikit di bawahnya mengingat pendapatan yang fluktuatif tersebut.
Kedua, suku bunga pinjaman dan tenor waktu pinjaman Berkaitan dengan poin pertama tadi yakni kemampuan membayar cicilan, maka saat Anda hendak mengajukan pinjaman Anda wajib memperhitungkan suku bunga pinjaman dan tenor waktu pinjaman. Tenor pinjaman yang lebih pendek biasanya pihak bank atau lembaga pembiayaan mengenakan suku bunga yang lebih rendah. Tapi ingat, itu berarti besaran cicilan akan tinggi. Nah, mampukah Anda dengan besaran cicilan tersebut? Jika dirasa besaran cicilan terlampau tinggi atau berat tiap bulannya, maka Anda bisa memilih tenor pinjaman yang lebih lama atau lebih panjang periode cicilan. Jika Anda hitung total pembayaran bunga dan pokok utangnya, maka akan terasa lebih besar bunga yang Anda bayarkan. Tetapi ini menjadi solusi jika kemampuan Anda membayar cicilan berada di angka tersebut. “Untuk utang produktif, makin lama makin baik, apalagi bila hasil aset produktif lebih tinggi dari bunga utangnya.”jelas Eko. Aidil juga menambahkan terkait suku bunga pinjaman dari utang produktif tidak menjadi masalah jika dikenakan bunga yang tinggi asal mampu membayar cicilannya. “Nah gimana caranya supaya dapat bunga yang serendah-rendahnya, bandingkan antar bank dan antar lembaga pembiayaan, tapi tetap pilih lembaga yang kredibel.”imbuh Aidil. Sebagai gambaran Eko mencontohkan bahwa yang utama bagi nasabah adalah kemampuan pembayaran. “Bunga 10% per bulan tapi bisa membayar lebih baik daripada bunga 1% per tahun tapi enggak bisa bayar.”jelas Eko. Jadi Eko menyarankan pastikan kemampuan dan kondisi keuangan Anda sebelum mengajukan pinjaman ke bank atau lembaga pembiayaan. Terkait tempat pengajuan pinjaman apakah di bank atau lembaga pembiayaan menurut Eko tidak menjadi persoalan. “Karena risiko terbesar ada di sisi pemberi pinjaman.”imbuhnya.
Sekedar ilustrasi tentang utang produktif Aidil memberi gambaran. Misal Anda memiliki dana Rp 500 juta. Dengan dana tersebut Anda bisa membeli 1 unit apartemen di pinggiran Jabodetabek. Jika membeli apartemen tersebut tunai, maka Anda memiliki 1 unit apartemen. “Tapi uang cash Anda hilang, gantinya 1 apartemen.”jelas Aidil. Tetapi jika dana tersebut Anda gunakan untuk uang muka apartemen sebesar Rp 150 juta, maka Anda masih memegang dana sebesar Rp 350 juta dan memiliki 1 unit apartemen, yang bisa Anda sewakan dan hasil uang sewa bisa digunakan untuk membayar cicilan apartemen setiap bulan hingga jatuh tempo utang selesai atau lunas. Jadi, Anda boleh kok utang, asal utang Anda produktif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti