Bombardir Gereja, Militer Myanmar Dituding Lakukan Kejahatan Perang



KONTAN.CO.ID - Amnesty International mendesak adanya penyelidikan mendalam atas aksi pemboman gereja oleh militer Myanmar pada Januari lalu. Aksi tersebut terindikasi sebagai kejahatan perang.

Angkatan Udara Myanmar menjatuhkan bom di tiga lokasi dekat Gereja Baptis St Peter di desa Kanan pada pagi hari tanggal 7 Januari 2024. 

"Militer Myanmar harus diselidiki atas kejahatan perang terkait serangan udara bulan lalu yang menewaskan 17 penduduk desa, termasuk dua anak, saat mereka menghadiri kebaktian gereja hari Minggu," ungkap Amnesty International, dikutip Al Jazeera.


Baca Juga: Lebih dari 100 Pengungsi Rohingya di Malaysia Kabur dari Tahanan

Pola Serangan yang Konsisten

Dalam pernyataan yang dirilis hari Kamis (8/2), Amnesty menjelaskan bahwa kerusakan yang timbul merupakan hasil dari serangan udara yang konsisten. 

Bukti foto dan video yang ditampilkan pun menunjukkan setidaknya tiga lokasi tumbukan bom, dengan kawah yang konsisten dengan bom pesawat yang masing-masing berbobot sekitar 250kg.

"Serangan-serangan ini harus diselidiki sebagai kejahatan perang. Dewan Keamanan PBB harus merujuk situasi di Myanmar ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Para pelaku kejahatan berdasarkan hukum internasional harus diadili," kata Matt Wells, direktur program tanggap krisis Amnesty.

Baca Juga: Amnesty International: Israel Mengabaikan Nyawa Rakyat Palestina di Tepi Barat

Melibatkan Jet Tempur

Militer Myanmar tentu menyangkal klaim tersebut. Mereka juga mengklaim tidak ada pesawat yang beroperasi di wilayah tersebut pada saat itu.

Berlawanan dengan itu, tinjauan video yang dilakukan Amnesty International menunjukkan siluet sayap pesawat yang identik dengan jet tempur A-5 yang terbang di atas desa tersebut. Pesawat tersebut hanya diterbangkan oleh militer.

Sebagai tambahan, citra satelit dari pangkalan udara Tada-U dekat Mandalay menunjukkan adanya operasi aktif pesawat A-5.

Menara pengintai juga melaporkan data lepas landas, terbang dan mendaratnya A-5 yang konsisten dengan serangan di Kanan.

Myanmar terjerumus ke dalam krisis sejak militer mengambil alih kendali negara tiga tahun lalu. Jenderal Min Aung Hlaing mengklaim kemenangan Aung San Suu Kyi dalam pemilu diwarnai kecurangan.

Sejak saat itu, rangkaian protes dari masyarakat anti-kudeta belum berhenti. Setidaknya 4.485 warga sipil telah terbunuh akibat kekerasan yang dilakukan oleh militer.