Borneo membayar cicilan utang ke Stanchart



JAKARTA. PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) telah membayar cicilan utang kepada Standard Chartered Bank.

Direktur BORN Kenneth Raymond Allan mengatakan, perseroan sudah menyetorkan sebagian cicilan utang kepada Standard Chartered di tahun ini. "Hingga akhir tahun cicilan senilai US$ 70 juta akan terbayar," ujar dia kepada KONTAN, Kamis (4/10).

Untuk membayar cicilan utang tersebut, manajemen Borneo menggunakan dana internal. Perseroan juga memiliki utang leasing senilai US$ 50 juta yang juga akan dilunasi dengan kas internal. Per akhir Juni 2012, posisi kas dan setara kas Borneo senilai US$ 386,17 juta.


Seperti diketahui, BORN memiliki utang ke Standard Chartered senilai total US$ 1 miliar dengan tingkat bunga 5,65% di atas LIBOR. Fasilitas ini bertenor lima tahun dengan jadwal pembayaran secara triwulanan dimulai sejak 30 September 2012.

Struktur pembayarannya adalah, tahun ini cicilan yang harus dipenuhi senilai US$ 70 juta. Kemudian pada 2013 dan 2014, masing-masing sebesar US$ 143 juta dan US$ 157 juta. Sedangkan pada tahun 2015 dan 2016, Borneo harus membayar cicilan masing-masing senilai US$ 160 juta dan US$ 529 juta.

Allan optimistis, dengan mengandalkan produksinya, Borneo bisa menambah pendapatan. "Walaupun harga batubara menurun, kami tidak berhenti untuk berekspansi dan tetap menggenjot produksi," kata dia.

Manajemen Borneo pada tahun ini menargetkan produksi batubara 4,35 juta ton. Target itu menurun dari target sebelumnya yang sebanyak 4,6 juta ton. Allan memperkirakan harga jual rata-rata batubara (coking coal) hingga akhir tahun sekitar US$ 180 per ton. Jika semua hasil produksi terjual, Borneo berpotensi meraih pendapatan hingga US$ 783 juta. Borneo berharap harga batubara bisa kembali ke level US$ 200 per ton.

Managing Partner Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, berpendapat BORN masih bisa mengamankan cicilan utang di tahun kedua dan ketiga. Ini lantaran cicilan masih rendah.

Tapi pada tahun keempat dan kelima, kondisi keuangan Borneo berpotensi tertekan. Sebab, cicilan utang yang harus dibayar ke Stanchart cukup besar, yakni lebih dari separuh total utang yang mencapai US$ 1 miliar.

Oleh karena itu, BORN terus berupaya menggenjot produksi demi meraih pendapatan maksimal. "Harapannya, ketika utang jatuh tempo di tahun kelima, mereka siap untuk melunasinya," kata Kiswoyo.

Penurunan harga batubara saat ini juga bakal menekan kinerja keuangan BORN. Namun, emiten ini diprediksi masih bisa meraup untung, meskipun pertumbuhannya menurun.

Kiswoyo merekomendasikan hold untuk BORN hingga akhir tahun ini dengan target Rp 1.000 per saham. Harga saham BORN kemarin tidak beranjak dari posisi Rp 520 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro