KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah sempat anjlok, hampir tembus Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo angkat suara. Menurutnya, pelemahan nilai tukar rupiah tersebut hanya sementara atau dalam jangka pendek. Nah, pelemahan rupiah dalam jangka pendek tersebut, didorong oleh berita yang beredar yang sampai ke Indonesia.
Baca Juga: Simak Proyeksi Pergerakan Rupiah pada Selasa (30/1) Hari Ini “Dalam jangka pendek, ada faktor-faktor berita. Satu hingag dua minggu terakhir ada berita, yang berpengaruh terhadap tatanan nilai tukar rupiah,” tutur Perry saat menjawab pertanyaan
Kontan.co.id, Selasa (30/1) di Jakarta. Perry pun memerinci kabar yang mendorong pelemahan rupiah. Pertama, prediksi pasar terkait kemungkinan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan pada semester I-2024. Namun, dengan melihat perkembangan terkini, seperti inflasi inti AS yang belum turun di bawah sasaran, maka keyakinan pasar harus terpatahkan. Kedua, penguatan indeks dolar AS terhadap mata uang negara lain (DXY). Setelah sempat turun ke 102, DXY kini menguat lagi menjadi lebih dari 103. Ketiga, ekskalasi geopolitik global, tidak hanya di Timur Tengah, tetapi juga konflik yang terjadi di Laut China Selatan yang mendorong gangguan pasokan.
Baca Juga: Perkasa, Rupiah Spot Menguat ke Rp 15.787 Per Dolar AS Pada Tengah Hari Ini (30/1) Keempat, kebijakan regulator China, supaya pasar sahamnya tidak merosot. Sehingga, mereka menghentikan peminjaman saham tertentu. Perry juga menegaskan, kalau bukan hanya Rupiah yang mengalami gonjang-ganjing. Nilai tukar di negara-negara berkembang pun juga mencatat pelemahan. Plus secara fundamental, ia yakin nilai tukar rupiah masih kuat, didukung oleh surplus n Erica perdagangan, inflasi yang rendah, imbal hasil SBN dan saham yang baik, serta kondisi pertumbuhan ekonomi yang solid. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .