KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) berkomitmen menyalurkan kredit ke sektor UMKM. Oleh sebab itu, bank lebih agresif memacu pertumbuhan di sektor ini dibandingkan korporasi. Direktur Utama BRI Sunarso merincikan penyaluran kredit BRI ke sektor Mikro sekitar Rp 400 triliun, konsumer sudah Rp 200 triliun. Lalu kredit kecil Rp 200 triliun dan kredit menengah sekitar Rp 20 triliun. “Sisanya kredit korporasi, kita tidak sampai Rp 200 triliun yang terbagi korporasi swasta dan BUMN. “Kondisi kualitas di korporasi, memang NPL (
non performing loan)-nya paling tinggi, ini harus kita katakan. Makanya kita tidak nafsu salurkan ke segmen ini. Dimana saja npl-nya? Swasta dan BUMN juga tinggi,” ujar Sunarso kepada Redaksi KONTAN secara virtual pada Rabu (30/6).
Ia mengakui pandemi yang berlarut telah menekan likuiditas korporasi seperti PT Garuda Indonesia Tbk (
GIAA) dan PT Waskita Karya Tbk (
WSKT). Akibatnya, kedua perusahaan pelat merah ini kesulitan membayar kredit dari perbankan termasuk ke BRI.
Baca Juga: Ekonom menilai holding BUMN ultra mikro bisa mendongkrak bisnis UMKM Sunarso buka-bukaan terkait status kredit kedua BUMN itu. Sunarso menyatakan kredit ke segmen korporasi BRI semakin mengecil lantaran bank fokus menyasar segmen ke sektor UMKM yang memberi kontribusi sekitar 80% terhadap portofolio kredit BRI. Ia menyatakan untuk BUMN yang memenuhi hajat orang banyak, maka BRI tetap mempertahankan dan memberi dukungan. Namun BRI membentuk pencadangan yang lebih optimal. Seharusnya kredit berstatus kolektibilitas 2 harusnya bentuk pencadangan 5% namun BRI bentuk hingga 100% sehingga tidak ganggu industri bila terjadi gagal bayar.
“Seperti Garuda, itu kan belum jelas, garuda sudah saya pencadangan 60%. Waskita sudah kita cadangkan. Swasta sudah kita cadangkan. Karena ini lah pencadangan naik dan laba turun,” tambah Sunarso, Terkait kredit BRI di Waskita, Sunarso melihat bahwa masalah likuiditas di perusahaan ini terjadi karena pandemi. Lanjutnya, sebenarnya Waskita menjadi kontraktor sekaligus menjadi pemilik proyek sehingga terbilang lebih aman. “Waskita itu kalau dari sisi perbankan, barang-barangnya ada, tapi bagaimana pindahkan beban ke investor. Mereka kontraktor juga sekaligus sekaligus pemilik proyek. Jadi proyeknya bisa dijual. BRI bentuk pencadangannya hingga 32%, rasanya cukup. Bila restruknya sukses atau investor beli proyeknya, maka kita tinggal cairkan pencadangannya,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .