KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memang tidak semua orang mengenal investasi sejak masih belia. Dengar saja kisah Jefri Junaedi. Di masa mudanya, Direktur Utama PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk (MKNT) ini tidak pernah memikirkan investasi. Tahun 1991, pria kelahiran tahun 1972 ini mulai kuliah sambil bekerja. Meski sudah memiliki penghasilan sejak masih berstatus mahasiswa, Jefri belum berpikir menyisihkan sebagian uangnya untuk berinvestasi. "Saya tidak ada waktu lagi. Siang kuliah, malam kerja. Jadi, investasi itu tak terpikirkan," kenang Jefri.
Bahkan di awal-awal kariernya, Jefri hanya menyisihkan sebagian pendapatannya untuk tabungan. Baru setelah ia berencana menikah dan membangun rumah tangga, Jefri mulai mempertimbangkan berinvestasi. Pada tahun 1998, ia baru mulai melirik investasi. "Bagi saya pribadi, investasi itu yang utama untuk keluarga dulu," jelas Jefri. Ia pun lantas memilih investasi properti. Awalnya ia hanya membeli satu unit rumah untuk dihuni. Kemudian secara bertahap, sekitar tahun 2000-an, ia mulai menambah beberapa unit rumah lagi untuk investasi. Seluruhnya berada di Bekasi. Pilihannya pada properti karena investasi ini cukup aman dan menguntungkan. "Di tahun 1998 itu krisis, orang-orang takut untuk beli rumah, tapi saya yakin saja," ujar pria kelahiran Jakarta dan berdarah Minang ini. Keyakinan Jefri berbuah manis. Beberapa properti yang ia beli mencatat hasil yang cukup tinggi. Salah satu rumahnya yang dibeli tahun 1998 kini nilainya sudah naik dua kali lipat. Jefri pun mengakui bahwa properti memang menjadi instrumen yang paling disukainya. Jika menjatuhkan pilihan pada properti dengan lokasi yang tepat, Jefri yakin nilainya bisa terus naik seiring berjalannya waktu. Saat ini, setidaknya Jefri telah membenamkan uangnya dalam enam properti. Seluruhnya berjenis rumah tapak. Sebelumnya, Jefri juga sempat berinvestasi pada properti dengan tujuan komersial. Pria berusia 45 tahun ini pernah memiliki satu unit ruko dan satu kios di salah satu pusat perbelanjaan di Bekasi. Namun, sekitar tahun 2001-2001, ia melepas investasi tersebut. Selain properti, Jefri juga menyimpan penghasilannya lewat jasa asuransi. Tidak hanya ia dan sang istri, anak-anaknya pun sudah diasuransikan sejak lahir. "Kalau investasi lain tidak ada, hanya deposito," tutur dia.
Pengalaman pahit Bukan tanpa alasan Jefri kini lebih condong menjadi investor yang konservatif. Pasalnya, tidak sekali dua kali ia mengalami kegagalan saat bermain pada instrumen investasi lainnya. Beberapa instrumen lain yang pernah ia coba adalah investasi di komoditas dan investasi dalam bisnis pembibitan dan peternakan. Pada 2013, Jefri merugi saat berinvestasi emas. "Dalam satu hari harga emas turun dari US$ 1.800 per ons troi ke US$ 1.200 per ons troi. Akibatnya saya rugi hingga ratusan juta," tutur Jefri.
Pengalaman pahit lain datang saat ia membangun pembibitan ikan lele. Kala itu, ia menyewa dua lokasi pembibitan di Subang dan Cilamaya, seluas 1.000 meter. Tapi karena tak mampu mengawasi usahanya secara langsung, ia kecolongan dan akhirnya merugi. Tapi Jefri tak kapok. Setahun kemudian ia mencoba peruntungan lewat peternakan bebek. Kali ini ia menggandeng teman-temannya untuk beternak di Tasikmalaya. Namun usaha ini kembali gagal. Karena itu, Jefri mewanti-wanti para investor pemula agar berhati-hati saat memulai investasi. Semua instrumen investasi menurutnya baik dan bisa menguntungkan. Hanya saja, investor perlu mempelajari instrumen investasi yang dipilih terlebih dahulu dan tetap selektif, agar bisa mengantisipasi risiko yang akan muncul. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dessy Rosalina