BP Indonesia sulit ikuti aturan devisa ekspor



JAKARTA. British Petroleum (BP) Indonesia berharap mendapatkan perlakukan khusus terhadap penerapan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/25/PBI/2012 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri. Meskipun beleid tersebut berlaku mulai 30 Juni mendatang, perusahaan tersebut belum dapat memastikan menaruh hasil penjualan gas ke dalam negeri.

Budi Aguswidjaya, Head of Control BP Indonesia mengatakan, sejatinya pihaknya siap menerapkan aturan tersebut mulai pertengahan tahun ini. Namun, "Khusus untuk LNG Tangguh, mekanisme hasil penjualan ekspor kami lewat trustee agreement bersama pihak landers (pemilik modal)," ungkap dia, akhir pekan lalu.

Mekanisme tersebut mewajibkan BP untuk menyetorkan hasil penjualan di salah satu bank di luar negeri untuk pembayaran kepada landers ketika berinvestasi dalam pengembangan LNG Tangguh Train-1 dan Train-2. Jangka waktu trustee agreement itu masih berlaku hingga enam tahun ke depan.


Dengan demikian, BP merasa kesulitan mengubah kesepakatan tersebut guna memenuhi kewajibannya pada Bank Indonesia. "Tidak bisa semata-semata kami mengubah mekanisme tadi, tanpa adanya indikasi negatif terhadap landers. Sebab, mereka juga punya kepentingan dengan menaruh modal miliaran dollar," jelas Budi.

Karena itu, BP telah melakukan koordinasi dengan SKK Migas terkait perubahan kesepakatan BP dengan landers. Budi bilang, pembahasan dengan regulator industri hulu migas itu telah dilakukan sejak empat bulan terakhir. Namun sayangnya, hingga sekarang belum menemui titik terang langkah solusinya.

Memang, kata Budi, peluang perubahan kesepakatan dengan landers masih terbuka mengingat pelaksanaan penyimpanan hasil ekspor masih tiga bulan lagi. "Kemungkinan akan bisa diterapkan pada waktunya atau barangkali akan ada jangka waktu yang kami butuhkan lewat koordinasi dengan SKK Migas karena memang ada kendala," tuturnya.

Akhmad Syahroza, Deputi Pengendalian Keuangan SKK Migas mengakui, jika dipaksakan menarik hasil ekspor penjualan LNG Tangguh, tentunya hal itu akan berdampak pada konsekuensi hukum. "Kami akan menjembatani. Kami juga sedang melakukan pembicaraan insentif dengan Chevron dan Total," kata dia.

Menurut Akhmad, solusi yang dapat ditempuh misalnya dengan menyimpan hasil kegiatan ekspor di kantor cabang bank milik pemerintah yang ada di luar negeri.

Total E&P sudah mau

Sebelumnya, Kristanto Hartadi, Head Department of Media Relation Total E&P Indonesia (Total E&P) mengaku, pihaknya telah sepakat melaporkan dan menempatkan DHE mereka di bank dalam negeri. Pasalnya, antara kontraktor migas dan BI sudah mencapai pada satu pemahaman tentang Peraturan Bank Indonesia (BI) soal DHE dan lalu lintas devisa.

Ke depan, Total E&P akan melaporkan dan menempatkan DHE mereka di bank dalam negeri, yakni Bank Negara Indonesia (BNI). "Apa yang disampaikan oleh BI itu benar bahwa Total E&P telah mencapai kesepakatan dengan BI karena kami telah mencapai titik temu," katanya.

Yanto Sianipar, Vice President Policy, Government and Public Affairs Chevron hanya bilang, perusahaannya akan menghormati dan taat kepada isi kontrak atau production sharing contract (PSC) dan hukum atau peraturan yang berlaku di Indonesia.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini