BP Migas sarankan dua skenario dapatkan kembali gas Tangguh dari China



JAKARTA. Pertamina masih butuh pasokan gas alam cair (LNG) sebesar 1,5 juta metrik ton per tahun untuk mengisi Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) Teluk Jakarta yang akan beroperasi Maret 2012. FSRU ini berkapasitas 3 juta metrik ton per tahun, tapi saat ini komitmen pasokan LNG baru separuhnya atau sebanyak 1,5 juta metrik ton per tahun dari LNG Bontang.Untuk mengisi kekurangan, saat ini Pertamina tengah mengincar LNG dari Tangguh, Papua. Karena itu, perusahaan migas plat merah ini meminta pemerintah merenegosiasi kontrak pengiriman LNG ke Fujian, China yang harganya hanya US$ 3,35 per mmbtu. Pertamina menyatakan untuk mengisi pasokan LNG di FSRU Teluk Jakarta, Pertamina bisa merogoh kocek lebih mahal tiga kali lipat dari harga jual LNG Tangguh ke Fujian.Menanggapi ini, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menyarankan dua skenario agar Pertamina bisa mendapatkan LNG tersebut.Menurut Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas Gde Pradnyana, dua skenario tersebut adalah, pertama dengan pembelian kembali secara langsung ke Fujian. Menurut Gde, Pertamina bisa melakukan transaksi secara langsung alias b to b dengan Fujian. Apabila pola pembelian kembali tidak berhasil, skenario kedua yaitu terminasi kontrak dengan Fujian dengan segala konsekuensinya ditanggung pihak Pertamina.Gde mengakui soal renegosiasi kontrak LNG ke Fujian ini memang urusan pemerintah dengan pemerintah sehingga tidak bisa diselesaikan antara Pertamina dengan pihak pembeli di China.Catatan saja, komitmen pengiriman LNG ke Fujian, China sebanyak 2,6 juta ton per tahun, PoscoKorea Selatan 0,55 juta ton, K Power 0,6 juta ton per tahun, dan Sempra Energy LNG Corp AS 3,7 juta ton per tahun.Menanggapi usulan BP Migas, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), M. Harun mengatakan, Pertamina bisa saja melakukan pembelian kembali, tetapi Pemerintah dan Pertamina mengusahakan dulu renegosiasi kontrak ke Fujian.Menurut Harun, penjualan gas ke luar negeri dilatarbelakangi minimnya infrastruktur di dalam negeri. “Tapi sekarang kita sudah punya FSRU, seharusnya kita tidak impor gas. Sementara kita ekspor gas dengan harga murah ke luar negeri,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini