BPD Jateng akui kontrol internal lemah



JAKARTA. Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BPD Jateng) mengakui lemahnya pengawasan internal kontrol bank, sehingga muncul kasus kredit fiktif sebesar Rp 94 miliar. Sejauh ini manajemen telah memecat pejabat unit usaha syariah (UUS) yang terlibat dan menyerahkan ke kejaksaan. "Kami juga memperbaiki standar operasi prosedur (SOP)," kata Direktur Utama BPD Jateng, Haryono, Senin (17/10).

Kejahatan ini terungkap Juli 2011, setelah BPD Jateng mengendus pembiayaan proyek ke beberapa perusahaan palsu. Otak kejahatan adalah pihak di luar bank, yakni Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Jateng.

Penelusuran kasus ini juga mengungkap peran staf analis kredit UUS BPD Jateng. Seharusnya, analis lebih jeli dalam mendata, mengecek dan memverifikasi calon debitur. Namun, mereka tidak melakukan hal itu karena sejak awal telah bersekongkol.


Pemimpin Kantor Bank Indonesia (KBI) Semarang, Joni Swastanto menyatakan, sudah menindaklanjuti kasus ini. KBI juga telah memanggil pengurus bank dan menggelar pemeriksaan khusus.

Fraud ini murni persekongkolan bank dengan pihak luar. Karena penanganan perkara sudah di aparat penegak hukum, Joni enggan membeberkan kasus ini lebih lanjut, termasuk mengungkap modus pelaku. Ia hanya mengatakan, KBI Semarang sudah mendesak BPD Jateng mengetatkan internal kontrol.

Agar kejahatan ini tidak terulang, BPD Jateng menyiapkan tiga pencegahan. Pertama, memantau terus divisi dan sumber daya manusia (SDM). Kedua, jika ada hal mencurigakan, bank mengidentifikasi karyawan dan menindaklanjuti jika bersalah. Ketiga, mengaudit kantor cabang secara acak.

Adiwarman Karim, Pengamat Perbankan Syariah menilai, kasus UUS BPD Jateng seharusnya tidak terjadi jika prinsip syariah dijaga. Selama ini, dalam penyaluran pembiayaan, bank syariah selalu mengedepankan prinsip prudent.

Menurutnya tindak kejahatan di bank syariah jauh lebih kecil dibandingkan bank konvensional. "Pengawasan juga lebih ketat karena diawasi langsung BI dan Dewan Syariah Nasional," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can