BPD Menikmati Margin Bunga Tertinggi



JAKARTA. Bank Pembangunan Daerah (BPD) masih menjadi juara pengumpul margin tertinggi. Bank Indonesia, mencatat, rata-rata net interest margin (NIM) BPD hingga akhir kuartal ketiga 2009 sebesar 7,8%.


Peringkat kedua peraih NIM tertinggi adalah bank umum non-devisa, dengan rata-rata NIM 7,54%. Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berada di urutan ketiga, dengan rata-rata NIM 5,71%. Urutan keempat baru ditempati bank umum dengan rata-rata perolehan NIM 5,49%.

Endang Ruchiyat, Sekretaris Korporat Bank Jabar Banten, menjelaskan, BPD bisa mengantongi NIM yang tinggi karena besarnya porsi dana murah. "Sebagian besar dana masyarakat yang tersimpan di BPD adalah giro milik pemerintah daerah (pemda)," ujar Endang, Selasa (24/11).

Per akhir September 2009, total dana pihak ketiga (DPK) BPD mencapai Rp 173,87 triliun. Dana masyarakat di BPD yang berbentuk giro senilai Rp 85,75 triliun, atau 49,31% dari total dana.

Dengan komposisi seperti itu, jelas saja BPD bisa memperoleh keuntungan bunga lebih besar. Sebab, NIM merupakan selisih antara pendapatan bunga dengan biaya bunga. "Dana murah BPD otomatis akan meningkatkan margin bunga," ujar Endang.

Direktur Utama BPD Kalimantan Barat Djamaludin Malik menilai, NIM BPD tinggi karena bank milik pemda itu lebih fokus menggarap kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Karena memiliki risiko yang tinggi, kredit UMKM mengenakan bunga yang tinggi. "Bunga kredit ini juga tinggi karena overhead cost kredit UMKM tinggi," ujarnya.

Selama kredit tidak macet, BPD berpeluang mengeruk pendapatan bunga yang tinggi. "Di BPD Kalimantan Barat, margin bunga bisa mencapai 8%-9%," ujar Djamaludin.

Direktur Utama BPD Jatim Muljanto mengingatkan, rata-rata NIM BPD sepanjang tahun ini justru turun. "Kalau sekarang masih tampak tinggi, ini karena bunga kredit BPD selama dua hingga tiga tahun lalu memang cukup tinggi," katanya.

Padahal kredit yang ada di BPD kebanyakan memiliki tenor yang panjang, sekitar 5-8 tahun. Alhasil, "Saat ini BPD masih menikmati sisa-sisa NIM yang tinggi," ujarnya.

Penurunan bunga kredit BPD, khususnya untuk sektor UMKM, baru akan terasa sekitar tiga atau empat tahun mendatang. "Namun penurunan itu tidak akan begitu terasa karena dalam satu-dua tahun terakhir, banyak BPD fokus menggarap sektor UMKM," kata Muljanto.

Saat ini, Endang bilang, jika dibandingkan dengan bank lain, sebenarnya, suku bunga kredit UMKM di BPD cukup rendah. "Bunga kredit UMKN di bank-bank daerah rata-rata 14%," ujarnya. Sebab, selain mengejar bunga, tujuan BPD menggarap UMKM juga ikut serta menggerakkan ekonomi rakyat di daerahnya.

Sebagai pencetak NIM tertinggi di Indonesia, tentu BPD berharap Bank Indonesia (BI) tidak perlu mengatur NIM. "Persoalan NIM tidak perlu diatur. Sebaiknya BI meneliti struktur biaya dan pendanaan dari masing-masing bank," ujar Muljanto.

Endang pun melontarkan penilaian yang sama. "Pengaturan NIM akan membuat perbankan kembali ke zaman dahulu. Saat itu, BI memberlakukan batasan untuk bunga simpanan maupun bunga kredit," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan