BPDLH akan salurkan Rp 580 miliar untuk usaha kehutanan hingga tahun 2022



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Djoko Hendratto mengatakan, pihaknya diberikan mandat untuk mengelola dana reboisasi yang didistribusikan dengan skema dana bergulir untuk usaha kehutanan.

Djoko mengatakan, usaha kehutanan yang dapat dibiayai dengan dana tersebut bervariasi. Mulai dari usaha kehutanan on-farm, antara lain pembiayaan terhadap usaha pembuatan tanaman kehutanan, tunda tebang tanaman kehutanan, pemungutan tanaman kehutanan. Serta usaha kehutanan off-farm, antara lain pengelolaan hasil hutan dan sarana produksi.

BPDLH menambahkan, total dana yang telah disalurkan sampai akhir tahun 2020 sebesar Rp 1,43 triliun. Sementara itu, BPDLH memiliki sisa dana sekitar Rp 580 miliar yang telah masuk dalam pipeline BPDLH yang akan digunakan untuk tahun 2021-2022.


Dana tersebut akan disalurkan kepada 4.220 debitur yang telah berkomitmen sebelumnya dengan nilai sebesar Rp 606,39 miliar. Selain itu, sisa dana tersebut juga akan disalurkan kepada debitur baru.

“Beberapa proposal baru telah diterima BPDLH sebanyak 2.430 proposal dengan nilai Rp 777,5 miliar dan sedang dalam proses penilaian,” kata Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (12/2).  

Sementara itu, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong menambahkan, dalam kerangka keberhasilan Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui mekanisme Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+), Indonesia telah mendapatkan komitmen pendanaan Result Based Payment (RBP) REDD+.

Diantaranya berasal dari Letter of Intent (LoI) RI-Norwegia, Green Climate Fund (GCF), dan Program Forest Carbon Partnership Facilities-Carbon Fund (FCPF-CF) World Bank untuk provinsi Kalimantan Timur.  

Baca Juga: Membanggakan, Sri Mulyani jadi ketua Koalisi Menkeu Dunia untuk sektor ini

Alue mengatakan, RBP Norwegia merupakan pembayaran atas kinerja pengurangan emisi GRK dari kegiatan REDD+ untuk periode 2016-2017 sebesar 11,23 juta ton CO2eq, dengan nilai sebesar US$ 56 juta.

Sementara RBP GCF diberikan atas kinerja penurunan emisi GRK dari kegiatan REDD+ periode tahun 2014-2016 sebesar 20,3 juta ton CO2eq dengan nilai US$ 103,8 juta.

Selanjutnya RBP dari kerjasama FCPF Carbon Fund World Bank di Provinsi Kalimantan Timur diberikan atas kinerja penurunan emisi GRK dari kegiatan REDD+ sebesar 22 juta ton CO2eq dengan nilai USD 110 juta untuk tiga kali tahap pembayaran antara tahun 2021 – 2025.

“Untuk RBP GCF, saat ini dalam proses menyelesaikan projek document yang menyajikan detail pemanfaatan dana yang harus disampaikan oleh Indonesia kepada GCF selambat lambatnya pada April 2021,” terang dia.

Sedangkan untuk RBP FCPF Carbon Fund World Bank sudah dilakukan penandatanganan Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA) antara KLHK dan World Bank pada tanggal 27 November 2020 dan proses pembayaran RBP sebesar 22 juta ton CO2eq senilai US$ 110 juta, direncanakan akan dilakukan dalam 3 tahap.

Yaitu pada tahun 2021 sebesar 5 juta ton CO2eq senilai US$ 25 juta, pada tahun 2023 sebesar 8 juta ton CO2eq senilai US$ 40 juta, dan pada tahun 2025 sebesar 9 juta ton CO2eq senilai US$ 45 juta.

Kemudian terkait Kerjasama RBP Indonesia-Norwegia, Alue menyebut hal ini menjadi kasus yang cukup menarik. Ia bilang saat ini proses realisasi pembayaran RBP Norwegia tahap pertama senilai US$ 56 juta sudah melalui serangkaian tahapan proses yang panjang, dimana kedua belah pihak sudah sepakat bersama, dan pemerintah Indonesia sudah memenuhi semua syarat syarat yang diminta, namun pembayaran belum terealisasi hingga saat ini.

“Semua sudah kami penuhi tinggal pihak Norwegia bayar. Janjinya akhir tahun 2020 yang lalu akan dikucurkan dananya. Indonesia sudah berkomitmen, BPDLH sudah siap, syarat-syarat sudah kami penuhi tinggal kami tunggu komitmen Pemerintah Norwegia untuk menyelesaikan pembayaran itu,” pungkas Alue Dohong. 

Selanjutnya: Aturan pelaksana UU Cipta Kerja tetap menerima aspirasi masyarakat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari