KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurachman mengatakan bahwa pihaknya mendukung dengan adanya perpanjangan pembebasan pungutan ekspor CPO dan produk turunannya hingga 31 Oktober 2022. "BPDPKS mendukung perpanjangan pengenaan tarif US$ 0 sampai dengan Oktober untuk menjaga momentum peningkatan ekspor CPO dan kenaikan harga TBS," kata Eddy dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (2/9). Menurutnya, sesuai pantauan BPDPKS saat ini mulai terjadi peningkatan harga tanda buah segar (TBS) di beberapa wilayah.
Lebih lanjut, dengan perpanjangan tarif ekspor US$ 0 beban pelaku usaha berkurang, sehingga meningkatkan ekspor CPO yang nantinya meningkatkan harga TBS seiring peningkatan ekspor CPO dan turunannya.
Baca Juga: GAPKI Konsisten Siapkan Pasokan CPO untuk Biodiesel Perubahan kebijakan penyesuaian tarif pungutan ekspor ini juga merupakan momentum bagi BPDPKS untuk meningkatkan layanannya. Adapun layanan-layanan tersebut yaitu peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan Program Pengembangan SDM, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan Sawit Rakyat, Sarana dan Prasarana, Promosi, dan Insentif Biodiesel, dengan tetap menjaga akuntabilitas serta transparansi pengelolaan dan penyaluran dana perkebunan kelapa sawit. Eddy berharap dengan perpanjangan tarif ekspor US$ 0 ini tidak mengganggu program-program BPDPKS tersebut. "Yang terpenting bagi BPDPKS adalah meningkatnya kesejahteraan petani dengan peningkatan harga TBS tadi,” tegas Eddy. Sebagai informasi, Rapat Komite Pengarah (Komrah) juga meminta agar segera dilakukan rapat koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai upaya percepatan pelaksanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Baca Juga: Relaksasi Pungutan Ekspor Sawit Dinilai Singkat, Pemerintah Perlu Evaluasi Selanjutnya, juga diberi mandat kepada Kementerian Pertanian dan BPDPKS agar segera melakukan studi terkait dana pendampingan PSR yang saat ini hanya sampai P0 menjadi TM1. Pemerintah melalui Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tetap berkomitmen mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional. Dalam rapat Komite Pengarah (Komrah) BPDPKS pada Minggu (28/08) lalu, diperoleh keputusan yang telah menyetujui lima hal.
Pertama, Perpanjangan Tarif Pungutan Ekspor (PE) sebesar US$ 0 untuk semua produk sampai 31 Oktober 2022.
Kedua, penambahan alokasi biodiesel tahun 2022.
Ketiga, pembangunan pabrik minyak makan merah (3M).
Baca Juga: Dongkrak Harga TBS Sawit, Pemerintah Diminta Hapus Kebijakan DMO dan DPO Keempat, dukungan percepatan peningkatan sertifikasi
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Percepatan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). “Perpanjangan Tarif PE sebesar US$0 dimaksudkan untuk menjaga momentum saat ini, di mana harga
Crude Palm Oil (CPO) mulai stabil, harga minyak goreng mulai turun, dan harga tandan buah segar (TBS) yang mulai meningkat, sehingga membuat petani atau pekebun mulai merasakan manfaatnya,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Kelima, peningkatan kembali aktivitas ekonomi masyarakat diproyeksikan akan menyebabkan kenaikan permintaan minyak solar di triwulan IV 2022. Oleh karena itu, kecukupan biodiesel sebagai campuran B30 hingga akhir Desember 2022 perlu dijaga dengan meningkatkan alokasi volume biodiesel pada tahun ini, yang semula sebesar 10.151.018 kiloliter (kL) menjadi 11.025.604 kL.
Baca Juga: BPDPKS: Belum Ada Usulan Perpanjangan Pembebasan Pungutan Ekspor CPO Untuk meningkatkan keberterimaan kelapa sawit Indonesia di pasar dunia, Komrah sepakat untuk mempercepat peningkatan sertifikasi ISPO. Di antaranya dengan menempatkan Sekretariat ISPO di bawah BPDPKS, serta mendukung kegiatan-kegiatan yang bertujuan mempercepat peningkatan sertifikasi ISPO. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli