KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengatakan sejak awal Januari hingga 6 Desember 2020, pihaknya sudah menyalurkan dana sebesar Rp 1,98 triliun untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR). "Kami telah menyalurkan dana sebesar Rp 1,98 triliun untuk mengkaver luasan lahan untuk peremajaan sawit rakyat seluas 71.237 ha," ujar Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman dalam konferensi pers, Selasa (8/12). Menurut Eddy, luasan kebun yang berhasil didanai ini melibatkan sekitar 30.680 pekebun.
Eddy tak menampik bahwa terdapat kendala yang dihadapi dalam proses peremajaan sawit rakyat ini. Pasalnya, pemerintah sudah menargetkan peremajaan sawit rakyat akan mencapai 180.000 ha per tahun.
Baca Juga: Begini kata emiten sawit terkait penyesuaian tarif pungutan ekspor Eddy menyebut, kendala tersebut tidak terlepas dari adanya pandemi Covid-19. Dia menjelaskan, di 2020 ini terjadi penurunan penyelesaian rekomendasi teknis dibandingkan 2019. Eddy menerangkan, penyelesaian rekomendasi teknis untuk pembiayaan peremajaan sawit ini dilakukan secara berjenjang. Dia menyebut, untuk program peremajaan sawit ini dimulai dari usulan dari koperasi atau gabungan kelompok tani pada dinas-dinas perkebunan di daerah tingkat II di kabupaten/kota. Setelah itu, dilakukan verifikasi dan diajukan kembali lagi ke dinas perkebunan provinsi. Setelah dari dinas perkebunan provinsi, barulah disampaikan ke Direktorat Jenderal Perkebunan. "Dari Direktorat Jenderal Perkebunan diterbitkan rekomendasi teknis yang itu nanti disampaikan ke BPDPKS sebagai dasar untuk pemberian dukungan peremajaan sawit rakyat ini," terang Eddy.
Tak hanya karena pandemi, kendala pelaksanaan PSR ini pun berkaitan dengan kesiapan para pekebun untuk mengikuti program. Menurutnya, masih ada kendala dalam hal legalitas lahan, sementara legalitas lahan merupakan persyaratan utama untuk ikut dalam program PSR.
Baca Juga: Ada penyesuaian tarif pungutan ekspor, ini kata emiten sawit Bahkan menurutnya, masih ada perkebunan sawit rakyat yang berada di kawasan hutan. "Kalau ini di kawasan hutan mereka tidak memiliki hak untuk bisa ikut ikut dalam program PSR," kata Eddy. Ada juga pekebun yang belum tergabung dalam kelembagaan koperasi atau gabungan kelompok tani atau kelompok tani. Bahkan, ada pula pekebun yang menjaminkan surat tanahnya sebagai jaminan hutang ke bank.
Editor: Noverius Laoli