KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah proyek jaringan pipa transmisi gas mengalami kendala, sehingga menjadi perhatian tersendiri bagi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio mengatakan, salah satu proyek pembangunan pipa transmisi gas yang bermasalah adalah ruas Cirebon-Semarang. Sejatinya, proyek ini sudah dilakukan tahap peletakan batu pertama atau
groundbreaking pada Februari 2020. Namun, proyek yang ini belum menunjukkan perkembangan berarti. Pasalnya, belum ada Gas Transportation Agreement (GTA) atau perjanjian kerja sama antara pihak transporter dengan pembeli gas bumi (shipper). Batas akhir proses GTA di proyek Cirebon-Semarang adalah di bulan September nanti.
“Yang belum ada di proyek ini adalah GTA antara Rekind (Rekayasa Industri) dan PGN (Perusahaan Gas Negara) selaku shipper,” ujar dia, Senin (21/9). Kata Jugi, masalah yang melanda proyek pipa transmisi gas Cirebon-Semarang di atas kertas lebih sederhana karena di sana sudah ada sumber pasokan gas yang berasal dari proyek Jambaran Tiung Biru (JTB).
Baca Juga: SKK Migas: HoA transisi Blok Rokan diupayakan September ini Sayangnya, Jugi belum bisa mengungkapkan besaran nilai potensi kerugian yang didapat jika kendala di proyek pipa transmisi gas Cirebon-Semarang terus berlanjut. Sekadar catatan, proyek pipa transmisi gas Cirebon-Semarang dimenangkan oleh PT Rekayasa Industri (Rekind0 pada 2006 lalu. Berdasarkan keputusan tersebut, tarif pengangkutan atau toll-fee gas ditetapkan sebesar US$ 0,36 per MMBTU. Proyek sepanjang 255 kilometer ini membutuhkan dana investasi sebesar US$169,41 juta. Adapun proses pembangunan direncanakan selama 24 bulan dan ditargetkan selesai pada tahun 2022 mendatang. Lebih lanjut, BPH Migas juga angkat bicara mengenai proyek pipa transmisi gas Transkalimantan yang juga menghadapi kendala dalam pembangunannya. Saat ini, proyek tersebut masih dalam tahap indentifikasi dan kajian terhadap sumber gas dan potensi permintaan gas dari konsumen. Untuk potensi permintaan di proyek pipa transmisi gas Trans Kalimantan sendiri sebenarnya ada beberapa pilihan. Di antaranya dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), kawasan industri, dan ibu kota baru yang berada di Kalimantan Timur. Sayangnya, proyek ini memang masih terhambat lantaran belum ada kejelasan terkait sumber pasokan gas. “Ke depan kilang LNG Bontang kehilangan pasar ekspor dari Jepang. Mungkin ini menjadi pemicu untuk lebih memberi perhatian kepada konsumen domestik,” ungkap Jugi. Dalam catatan Kontan, salah satu kontrak ekspor Liquefied Natural Gas (LNG) dari kilang LNG Bontang yang dioperasikan Badak LNG ke konsorsium pembeli asal Jepang, Western Buyer (WBX) sebesar 2 juta ton per tahun akan berakhir.
Memang, untuk saat ini belum bisa dipastikan seberapa besar kemampuan daya serap konsumen untuk proyek pipa transmisi gas Trans Kalimantan, meski sudah ada beberapa potensi permintaan. Hal ini sebenarnya bisa berpengaruh pada nilai keekonomian proyek tersebut. “Kalau volume gas masih kecil akibat demand yang juga kecil, pemerintah bisa saja melakukan intervensi dengan APBN untuk bangun jaringan pipa tersebut dengan tujuan mengembangkan pasar gas,” papar Jugi. Sebagai informasi, proyek jalur pipa transmisi gas Trans Kalimantan membentang dari Bontang – Banjarmasin – Palangkaraya sepanjang 2.219 kilometer dengan perkiraan nilai investasi sekitar Rp 35 triliun. Proyek ini pun sudah masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah periode 2020—2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat