KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah mendorong pemanfaatan gas pipa sebagai sumber energi di wilayah Kalimantan nampaknya belum akan terwujud dalam waktu dekat. Pembangunan pipa gas bumi Trans Kalimantan yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 masih mandek dan belum menemukan titik cerah. Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Jugi Prajogio mengungkapkan, hingga saat ini belum ada pembahasan terbaru mengenai ruas pipa Trans Kalimantan.
"Kalau berdasarkan diskusi terdahulu masih perlu beberapa tahun ke depan untuk dieksekusi," kata Jugi kepada Kontan.co.id, Senin (3/5). Dia melanjutkan, kendala pengembangan ruas tersebut masih sama yakni menyangkut kejelasan pasokan gas dari hulu dan
demand yang relatif masih kecil. Di sisi lain, masih diperlukan revisi Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN). Jugi bilang, rencana induk eksisting tidak presisi sehingga perlu disempurnakan. Selain itu, dengan telah masuknya ruas tersebut dalam RPJMN maka seyogyanya akan masuk dalam rencana induk yang terbaru.
Baca Juga: Kejar target produksi migas, SKK Migas kejar investasi hulu migas US$ 187 miliar Proses lelang Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) pun akhirnya belum bisa dimulai sembari menanti proyek tersebut masuk ke dalam RIJTDGBN. Jugi tak menampik, rencana pemerintah memindahkan ibu kota ke Pulau Kalimantan diprediksi bakal mendorong pertumbuhan
demand. Akan tetapi, pembangunan pipa transmisi sebaiknya dilakukan ketika permintaan memang sudah cukup besar. "Untuk penuhi volume gas yang relatif belum besar di kisaran 5 MMSCFD hingga 10 MMSCFD per titik lokasi, maka bisa gunakan pasokan LNG yang terhubung dengan jaringan pipa distribusi," jelas dia. Jika nantinya permintaan telah cukup besar maka penggunaan pipa besar atau pipa transmisi bisa dilakukan. Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya disebutkan, hasil kajian internal yang dilakukan BPH Migas, ditemukan fakta ketersediaan pasokan gas untuk seluruh provinsi di Kalimantan hanya mencukupi untuk kebutuhan gas dengan skenario terendah. Jumlah volume yang bisa dipenuhi sekitar 100 MMSCFD hingga 200 MMSCFD. Di sisi lain, langkah mendorong suplai
demand juga masih harus dilakukan. Dengan volume permintaan di seluruh wilayah Kalimantan mendekati skenario tertinggi maka biaya pengangkutan gas bumi dan harga jual diklaim dapat lebih murah. Proyek pipa gas bumi Trans Kalimantan ini dibagi ke dalam tiga wilayah besar.
Pertama, konsesi Kalimantan Timur (Kaltim) - Kalimantan Selatan (Kalsel) yang dimenangkan oleh Bakrie Group atau PT Bakrie & Brothers.
Kedua, ruas Senipah - Balikpapan yang digunakan untuk kebutuhan kilang Pertamina.
Ketiga, ruas Kalimantan Barat (Kalbar) - Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalsel yang sampai sekarang belum dilelang. Adapun, Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan diprediksi memiliki panjang ±2.219 km ini diperkirakan akan menelan total investasi hingga US$ 2,09 miliar – US$ 2,61 miliar atau sekitar Rp 29 triliun – Rp 36,4 triliun.
Baca Juga: BUMN tunjuk Dedi Sunardi jadi Direktur Penunjang Bisnis Pertamina Biaya investasi dihitung berdasarkan Rule of Thumb Internasional, pembangunan pipa yaitu untuk Offshore sebesar US$ 70.000-US$ 80.000 per km inch, dan Onshore sebesar US$ 35.000-US$ 40.000 per km inch. Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, ketersediaan infrastruktur menjadi kunci penting untuk mendorong pemanfaatan gas bumi. "Jika pemerintah serius mendorong pemanfaatan gas, pemerintah harus menciptakan iklim investasi infrastruktur gas yang lebih menarik," kata dia kepada Kontan.co.id, hari ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari