KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Anggota Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD menilai adanya unsur politik dalam isu hak keuangan yang diterima BPIP. "Saya berpikir ini politik, yang mau dihantam kan bu Mega (Megawati Soekarnoputri) saya kira," ungkapnya saat ditemui di kantornya, Kamis (31/5). Sekadar tahu saja, Megawati Soekarnoputri merupakan Ketua Dewan Pengarah BPIP. Dimana, Dalam Perpres No. 42 Tahun 2018, Megawati setidaknya akan menerima hak keuangan sebesar Rp 112,54 juta per bulan.
Atas hal tersebut, Mahfud sendiri telah berkoordinasi dengan Megawati masalah ini. "Tapi bu Mega senyum-senyum saja Kemarin, kalau sudah ada urusan politik. Beliau juga bilang biarin kalau begitu," jelasnya. Bahkan, dirinya menjelaskan dari hak keuangan tersebut, gaji yang didapat BPIP terbilang kecil yakni hanya Rp 5 juta. Sementara, lanjut Mahfud, gaji yang diterima Anggota DPR bisa mencapai Rp 200 juta per bulan. Sehingga, menurutnya jika mau diributkan, gaji DPR malah yang patut dipertanyakan. "Malah sekarang DPR itu sudah tambah satu komponen lagi, uang serap aspirasi. Masing-masing anggota DPR dapat Rp 1 miliar kenapa tidak itu yang diributin?" tegasnya. "Saya mantan Anggota DPR jadi tidak boleh ada yang berbohong, saya tahu kantong masing-masing. Saya mantan ketua lembaga negara, saya tahu masing-masing gaji ketua lembaga negara, itu jauh lebih besar dari kami," tambah dia. Mahfud juga mengaku, sebelum adanya Perpres tersebut , BPIP memang tidak pernah mendapatkan uang dari negara. Kegiatan yang BPIP lakukan selama ini pun juga bukan dari kantong pribadi para anggotanya tapi memanfaatkan dana dari pihak swasta. Ia juga meminta kepada seluruh pihak untuk kembali Peraturan Presiden (Perpres) No. 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainya bagi Pimpinan, Pejabat dan Pegawai BPIP. "Jelas tertulis hak keuangan bukan gaji, lihat lagi Perpresnya, tegas mantan Ketua MK itu. Dengan demikian, ia meminta kepada masayarakat untuk tidak perlu membesar-besar masalah tersebut. Sekadar tahu saja, terkait hak kekayaan BPIP itu sebelumnya sudah dijelaskan oleh Menteru Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu. Saat itu, Menkeu menyamapaikan, hak keuangan BPIP sebetulnya sama dengan pejabat negara lainnya. Komponen hak keuangannya itu meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, asuransi kesehatan, asuransi jiwa, biaya transportasi dan komunikasi. "Gajinya Rp 5 juta, tunjangan jabatan Rp 13 juta. Asuransi kesehatan, asuransi kematian masuk di situ masing-masing Rp 5 juta, lalu ada juga komponen transportasi dan komunikasi," ungkap Sri Mulyani di Kantor Presiden, Senin (28/5). Bahkan kata Menkeu, tunjangan Rp 13 juta itu termasuk kecil dibanding dari pejabat negara yang lain. Sebab, ada beberapa lembaga lain seperti eksekutif, yudikatif, dan legeslatif yang bahkan tunjangannya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Menurut Sri Mulyani, alasan BPIP diberi hak keuangan dan fasilitas lantaran BPIP merupakan lembaga negara yang sudah ditetapkan untuk hal pembinaan ideologi Pancasila. Apalagi hal tersebut dinilai sangat penting karena akhir-akhir ini ada peristiwa yang perlu memperkuat ideologi Pancasila. "Sehingga pembinaan menjadi penting, untuk menjalankan itu banyak aktivitas, transportasi, komunikasi, pertemuan itulah yang masuk komponen hak keuangan," tambah Sri Mulyani. Dirinya memastikan, dana hak keuangan tersebut sudah bisa cair pada 1 Juni 2018. Jumlah yang akan diterima akan disesuaikan sejak BPIP diresmikan Presiden. Sekadar tahu saja, BPIP diresmikan sebagai badan negara pada Maret 2018. Sejak saat itu, Menkeu mengaku baik pimpinan, pejabat, dan pegawai belum menerima hak keuangan sepeser pun dari negara. Dengan demikian, dengan ditekennya Perpres No. 42/2018 oleh Presiden Joko Widodo pada 23 Mei ini maka, hak keuangan BPIP akan berlaku secara reguler.
Sesuai dari Perpres 42/2018 disebutkan, Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP mendapatkan hak keuangan sebesar Rp 112,54 juta per bulan. Sementara jajaran Anggota Dewan Pengarah masing-masing mendapatkan Rp 100,81 juta per bulan. Anggota Dewan Pengarah terdiri dari delapan orang, yakni Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma'ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe, dan Wisnu Bawa Tenaya. Adapun sebelumnya, sebelumya Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik Perpres 42/2018 itu. Politikus dari Partai Gerindra ini mengarakan, Perpres itu merupakan langkah pemborosan Istana karena menggaji dewan pengarah BPIP hingga lebih Rp 100 juta. Ia juga mengatakan, BPIP bukanlah BUMN yang bisa menghasilkan laba. Oleh karena itu, tak pantas jika pimpinannya diberikan gaji sampai ratusan juta seperti pimpinan BUMN. "Coba Anda bayangkan, gaji presiden, wakil presiden, menteri dan pimpinan lembaga tinggi yang tanggung jawab lebih besar saja tidak sebesar itu," katanya seperti dikutip dari kompas.com 28 Mei lalu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati