KONTAN.CO.ID - JAKARTA. BPJS Ketenagakerjaan berencana memangkas investasi di instumen saham dan reksadana lalu mengalihkannya ke obligasi dan investasi langsung. Merespons hal ini, Kepala Riset MNC Sekuritas Thendra Crisnanda menilai, pengurangan porsi investasi BPJS Ketenagakerjaan di instrumen saham akan berdampak sangat negatif terhadap pasar domestik. Pasalnya, BPJS Ketenagakerjaan merupakan salah satu investor institusi raksasa di pasar modal Indonesia. Menurut Thendra, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai portofolio saham BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan per Februari 2021 mencapai Rp 70 triliun.
Baca Juga: Perbaiki kinerja, ini strategi investasi saham BPJS Ketenagakerjaan Akan tetapi, yang perlu diketahui bahwa tidak semua portofolio saham dapat dijual dalam waktu dekat. "Institusi dana pensiun dan asuransi pemerintah rata-rata memiliki kebijakan internal, yakni tidak bisa melakukan penjualan pada harga yang lebih rendah dari harga pembelian," kata Thendra saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (31/3). Lebih lanjut, menurut Thendra, penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai 1,42% pada perdagangan Rabu (31/3) ini belum dapat divalidasi apakah disebabkan oleh aksi jual BPJS Ketenagakerjaan atau tidak. Pasalnya, ada sentimen negatif lainnya yang berasal dari global. Pertama, efek negatif dari kekhawatiran atas kerugian yang dialami oleh global banking Nomura dan Credit Suisse. Kedua, meningkatnya yield obligasi Amerika Serikat bertenor 10 berpotensi mendorong arah ekspektasi terhadap peningkatan tingkat suku bunga The Fed yang lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Asal tahu saja, keinginan BPJS Ketenagakerjaan untuk mengurangi investasi di instrumen saham dan reksadana disampaikan oleh Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo dalam rapat dengar pendapat bersama Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan Komisi IX DPR, Selasa (30/3). Menurut Anggoro, hal ini dilakukan untuk menekan defisit program jaminan hari tua (JHT) yang membuat lembaga ini mencatatkan risiko unrealized loss atau kerugian secara buku seiring dengan risiko pasar saham yang tinggi.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan akan investasi ke SWF Defisit tersebut terlihat dari
asset matching liabilities (Alma) JHT tidak mencapai 100% karena kondisi pasar modal fluktuatif sehingga mempengaruhi investasi saham dan reksadana. Terlebih, investasi pada kedua instrumen tersebut cukup besar yaitu 23,8% dari total portofolio. Berdasarkan paparan BPJS di DPR, dana investasi JHT per Februari 2021 mencapai Rp 342,05 triliun. Rata-rata pertumbuhan dana investasi tersebut mencapai 9,78% per tahun pada periode 2016 - 2020. Sedangkan hasil investasi JHT per Februari 2021 senilai Rp 3,45 triliun. Namun rata - rata pertumbuhan hasil investasi selama lima tahun terakhir justru lebih kecil yaitu 2,31% per tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto