KONTAN.CO.ID - JAKARTA. lantaran sering defisit, BPJS Kesehatan munculkan beberapa opsi penambal defisit. Salah satu yang potensial adalah dengan menggandeng BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu membiayai penyakit pasien akibat pekerjaan. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengafirmasi opsi ini. Ia bilang telah ada diskusi soal bagi tugas antar dua badan BPJS ini. "Benar, kita sudah ada kerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam menangani pasien," kata Agus dalam pesan pendeknya kepada KONTAN, Selasa (7/11) malam. Nantinya, lanjut Agus akan menggunakan mekanisme reimburse dimana biaya akan ditalangi oleh BPJS Kesehatan untuk kemudian diganti BPJS Ketenagakerjaan. "BPJS Kesehatan yang akan menanggung dulu, karena yang penting pasien ditangani. Selanjutnya BPJS Kesehatan akan minta penggantian ke BPJS Ketenagakerjaan," sambungnya. Meski tak merinci jenis penyakit seperti apa, Agus bilang nantinya akan ada diagnosis dari dokter yang akan menentukan apakah penyakit tersebut diakibatkan pekerjaan atau tidak. Hal ini dibutuhkan agar BPJS Ketenagakerjaan dapat mengganti biaya yang dikeluarkan. "Apabila ternyata dari hasil diagnosa dokter dinyatakan pasien sakit karena kecelakaan kerja atau sakit karena akibat kerja maka BPJS ketenagakerjaan yang akan menanggung," lanjut Agus. Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nina F. Moeleok juga sepakat dengan ide menggandeng BPJS Ketenagakerjaan. Ia mencontohkan peristiwa kebakaran pabrik petasan di Kosambi, kabupaten Tanggerang misalnya dapat melibatkan BPJS Ketenagakerjaan agar beban BPJS Kesehatan lebih ringan. "Seperti kemarin di Kosambi, saya pikir harusnya BPJS Ketenagakerjaan juga ikut, jangan semuanya ke BPJS Kesehatan," kata Menkes kepada KONTAN, Selasa (7/11) di Jakarta. Meski demikian, Nila menyadari memang butuh mekanisme lebih lanjut guna mengetahui sumber penyakit disebabkan oleh pekerjaan atau tidak. Sejak pertama diluncurkan pada 2014, BPJS Kesehatan sendiri memang selalu alami defisit. Pada 2014, defisit keuangan BPJS Kesehatan mencapai Rp 3,3 triliun. Tahun 2015, defisit membengkak menjadi Rp 6 triliun dan tahun 2016 mencapai Rp 9,7 triliun.
BPJS Ketenagakerjaan ganti biaya BPJS Kesehatan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. lantaran sering defisit, BPJS Kesehatan munculkan beberapa opsi penambal defisit. Salah satu yang potensial adalah dengan menggandeng BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu membiayai penyakit pasien akibat pekerjaan. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengafirmasi opsi ini. Ia bilang telah ada diskusi soal bagi tugas antar dua badan BPJS ini. "Benar, kita sudah ada kerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam menangani pasien," kata Agus dalam pesan pendeknya kepada KONTAN, Selasa (7/11) malam. Nantinya, lanjut Agus akan menggunakan mekanisme reimburse dimana biaya akan ditalangi oleh BPJS Kesehatan untuk kemudian diganti BPJS Ketenagakerjaan. "BPJS Kesehatan yang akan menanggung dulu, karena yang penting pasien ditangani. Selanjutnya BPJS Kesehatan akan minta penggantian ke BPJS Ketenagakerjaan," sambungnya. Meski tak merinci jenis penyakit seperti apa, Agus bilang nantinya akan ada diagnosis dari dokter yang akan menentukan apakah penyakit tersebut diakibatkan pekerjaan atau tidak. Hal ini dibutuhkan agar BPJS Ketenagakerjaan dapat mengganti biaya yang dikeluarkan. "Apabila ternyata dari hasil diagnosa dokter dinyatakan pasien sakit karena kecelakaan kerja atau sakit karena akibat kerja maka BPJS ketenagakerjaan yang akan menanggung," lanjut Agus. Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nina F. Moeleok juga sepakat dengan ide menggandeng BPJS Ketenagakerjaan. Ia mencontohkan peristiwa kebakaran pabrik petasan di Kosambi, kabupaten Tanggerang misalnya dapat melibatkan BPJS Ketenagakerjaan agar beban BPJS Kesehatan lebih ringan. "Seperti kemarin di Kosambi, saya pikir harusnya BPJS Ketenagakerjaan juga ikut, jangan semuanya ke BPJS Kesehatan," kata Menkes kepada KONTAN, Selasa (7/11) di Jakarta. Meski demikian, Nila menyadari memang butuh mekanisme lebih lanjut guna mengetahui sumber penyakit disebabkan oleh pekerjaan atau tidak. Sejak pertama diluncurkan pada 2014, BPJS Kesehatan sendiri memang selalu alami defisit. Pada 2014, defisit keuangan BPJS Kesehatan mencapai Rp 3,3 triliun. Tahun 2015, defisit membengkak menjadi Rp 6 triliun dan tahun 2016 mencapai Rp 9,7 triliun.