BPJS menjadi alasan IPO emiten rumahsakit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan pengelola rumahsakit bakal meramaikan perhelatan initial public offering (IPO) tahun ini. PT Medikaloka Hermina dan PT Royal Prima sudah mulai memproses rencana IPO mereka.

Hermina akan menawarkan 351,38 juta saham atau sekitar 11,8% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dengan rentang harga penawaran Rp 3.700-Rp 5.000 per saham, perusahaan berpotensi meraup dana segar hingga Rp 1,76 triliun.

Dananya akan digunakan untuk membuka rumahsakit baru, pelunasan utang dan belanja modal atau capital expenditure (capex). Porsi penggunaannya merata, masing-masing 25%.


Pengelola rumahsakit Royal Prima di Medan dan Jambi juga sudah memulai proses penawaran awal atau bookbuilding untuk melepas maksimal 47,71% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Harga saham perdana Royal Prima baru akan diumumkan 26 April.

Michael Mok Siu Pen, Direktur Royal Prima, belum bersedia membeberkan berapa rentang harga yang ditawarkan. Namun, dia memastikan harga penawaran IPO Royal Prima punya valuasi yang menarik.

Michael juga mengklaim, secara fundamental Royal Prima menarik. "Semuanya menarik, karena kami juga dalam posisi zero debt," ujar dia kepada KONTAN, kemarin.

 Vice President Research Artha Sekuritas Indonesia Frederik Rasali bilang, bisnis rumahsakit sebelumnya berorientasi pada margin tinggi. Tapi, program BPJS justru menekan margin. "Sehingga mereka menggenjot volume untuk mengompensasi tekanan," jelas dia.

Ini antara lain dilakukan Hermina. Berdasarkan prospektus IPO, tarif BPJS yang lebih rendah dibanding tarif pasien konvensional menekan kinerja. Namun tekanan itu bisa dikompensasi oleh penggunaan obat generik yang lebih murah.

Guna mengompensasi tekanan itu, Hermina meningkatkan ekspansi dengan menambah jumlah tempat tidur. Di akhir 2017, Hermina memiliki 28 rumahsakit, terdiri dari enam rumahsakit tipe B dan 22 rumahsakit tipe C.  Perusahaan ini menargetkan bisa mengoperasikan 40 rumahsakit sampai dengan 2020.

Valuasi menarik

Frederik menilai, Hermina berpeluang besar memaksimalkan peluang di balik bisnis kesehatan yang belum berkembang. Berbeda dengan negara tetangga yang jauh lebih berkembang dalam hal kebutuhan kesehatan, masyarakat Indonesia belum masuk pada fase pencegahan penyakit atau preventive medicine.

Dengan rentang harga yang ditawarkan dalam IPO Hermina, level harga tersebut juga mencerminkan rasio nilai perusahaan atau EV/EBITDA sebesar 16,7 kali hingga 21,7 kali. Level tersebut masih di bawah tiga pengelola rumah sakit lain yang sudah ada di bursa, bahkan jika harga pelaksanaan yang terbentuk menggunakan rentang batas bawah.

Meski demikian, Frederik memberi catatan, saham Hermina lebih cocok untuk investasi jangka panjang. Selain itu, jumlah saham yang dilepas sedikit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati