JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur soal teknis jaminan pensiun oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan hingga kini belum tuntas. Namun, sembari menunggu penerapan jaminan pensiun yang tinggal hitungan bulan, yakni mulai 1 Juli 2015 mendatang, BPJS Ketenagakerjaan semakin mantap mempersiapkan diri. Saat ini, badan publik penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja tersebut tengah menyiapkan sistem pendaftaran
online terintegrasi lewat Sistem Informasi Pelayanan Peserta (SIPP). Target utamanya adalah peserta badan usaha yang sebelumnya sudah terdaftar dalam jaminan sosial tenaga kerja, seperti jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan hari tua. "Jadi, SIPP ini nanti bisa langsung menghubungkan data peserta badan usaha secara
online. Mereka yang sudah terdaftar, tinggal melengkapi program dengan jaminan pensiun. Datanya sama," ujar Junaedi, Direktur BPJS Ketenagakerjaan kepada KONTAN, Rabu (4/3).
BPJS Ketenagakerjaan juga sudah merangkul PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk untuk sistem pembayarannya dan tengah menjajaki kerja sama serupa dengan dua bank pelat merah lainnya, yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kerja sama itu belum termasuk dengan Indomaret untuk peserta individu yang mendaftar secara mandiri. Sebetulnya, Junaedi mengklaim, sejak awal berganti baju dari eks PT Jamsostek (Persero), BPJS Ketenagakerjaan sudah membangun sistem, infrastruktur dan teknologi informasi yang memadai, termasuk juga sumber daya manusianya. "Sekarang ini, kami terus melakukan penyempurnaan terhadap sistem dan infrastruktur yang sudah kami bangun," terang dia. Belajar dari pengalaman penyelenggara jaminan kesehatan nasional, BPJS Ketenagakerjaan sepertinya ingin lebih siap ketika PP soal jaminan pensiun terbit. Meski, hingga kini, belum ada kejelasan terkait iuran jaminan pensiun, berapa porsi yang dibayar pemberi kerja dan penerima upah serta badan usaha besar dan menengah yang wajib lebih dulu mengikuti jaminan pensiun. BPJS Ketenagakerjaan sendiri sebelumnya menyebut, sebagai tahap awal, jaminan pensiun wajib bagi badan usaha besar dan menengah. Indikator badan usaha besar dan menengah ini belumlah jelas, apakah terkait asetnya atau aktivitasnya, apakah menurut definisi Kementerian Tenaga Kerja atau Kementerian Perdagangan. Sedikit infomarsi saja, sumber KONTAN yang enggan disebutkan namanya menyebut, PP terkait jaminan pensiun akan terbit bulan ini. Ada dua isu yang masih menjadi kendala, yakni terkait manfaat dan iuran. Dewan Jaminan Sosial Nasional mengusulkan iuran yang pantas sebesar 8%, 5% dari pemberi kerja dan 3% dari karyawan. Namun, suara keberatan datang dari pengusaha indonesia dan pelaku industri dana pensiun swasta. Iuran 8% dianggap memberatkan pelaku usaha dan mematikan pelaku industri dana pensiun swasta. Kedua asosiasi ini menawar iuran jaminan pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan layak di kisaran 3% - 4%. Ini yang membuat PP jaminan pensiun terlambat turun.
Yang pasti, jaminan pensiun yang akan dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan nanti sedikit banyak mempengaruhi industri dana pensiun swasta. Sebab, tidak sedikit badan usaha yang melempar pengelolaan dana pensiunnya lewat Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), atau Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). Sebelumnya, Elvyn G Masassya, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan menargetkan, pihaknya mengincar paling tidak 15 juta peserta jaminan pensiun dalam dua tahun pertama sejak jaminan terkait diluncurkan pada 1 Juli 2015 mendatang. Peserta ini berasal dari badan usaha besar dan peserta yang sudah tercatat memiliki program jaminan sosial tenaga kerja. Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, hingga saat ini, jumlah peserta jaminan sosial tenaga kerja mencapai 17 juta peserta. Potensinya sendiri mencapai 40 juta peserta pekerja formal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia