KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyampaikan, dirinya mendengar informasi bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan akan dikembalikan ke Baleg DPR. Ia menilai, langkah pembahasan RUU Kesehatan sudah semestinya dilakukan di Komisi IX DPR yang secara sektor memang membawahi persoalan kesehatan. Maka jika pembahasan nantinya malah dilakukan di Baleg dinilai keliru. Timboel menilai, penyerahan kewenangan pembahasan RUU Kesehatan yang dilakukan oleh Ketua DPR kepada Komisi IX pada pertengahan Februari lalu sudah tepat.
"Mau saya katakan ketika Pak Dasco sudah mendatangani dan menyerahkan ke Komisi IX, ya sudah enggak ada tawar-menawar lagi. Harusnya Baleg Itu dari sisi prosedural, karena Ketua DPR-nya yang diwakili oleh wakil ketua itu sudah resmi menyerahkan ke komisi IX," kara Timboel akhir pekan ini. Kemudian, menurutnya tidak ada urgensinya jika RUU Kesehatan dibahas di Baleg. Timboel menegaskan pembahasan RUU Kesehatan harus dilakukan oleh mereka yang memang memahami mengenai isu-isu sektor ini.
Baca Juga: RUU Kesehatan: STR Seumur Hidup, Syarat Pemenuhan Kompetensi Dokter Tetap Berlaku Sedangkan Baleg menurutnya berisi para anggota DPR dari berbagai komisi. Artinya mereka tidak fokus pada isu kesehatan seperti Komisi IX. "Baleg kumpulan beberapa komisi yang sehari-harinya nggak membahas soal kesehatan. Ada Komisi I ada soal ketahanan, Komisi III soal hukum ada. Tapi ketika ngomongin 6 pilar transformasi kesehatan dan lain sebagainya mereka nggak tahu," imbuhnya. Pembahasan RUU Kesehatan apalagi Omnibus harus dilakukan secara hati-hati dan oleh orang-orang yang memahami betul. Hal ini agar nantinya beleid sapu jagad di bidang kesehatan ini menjadi satu aturan yang berkualitas. "Ketika kita ngajak diskusi orang yang nggak tahu ya nggak akan berkualitas. Sementara kita bicara bagaimana peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dari sisi supply dari sisi
demand dan sisi pembiayaannya baik primer rujukan dan sebagainya. Menurut saya kalau memang kita mau meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ke seluruh rakyat Indonesia harus dibicarakan dengan orang yang ngerti," tegasnya. Ia juga meminta agar pembahasan RUU Kesehatan tak dilakukan secara terburu-buru. Ia memberi contoh agar RUU Kesehatan tak seperti RUU Cipta Kerja yang hingga kini masih menuai pro dan kontra. "Dua kejadian RUU Cipta kerja dan P2SK ditangani Baleg, ya cepat memang selesainya. Kalau orang enggak ngerti ya iya iya aja. Tapi ini enggak jadi berkualitas," ujarnya. Kemudian mengenai poin bahwa nantinya BPJS Kesehatan akan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri. Ia mengkhawatirkan mengenai pengelolaan dana BPJS Kesehatan. Dimana yang merupakan dana amanat dari peserta sudah seharusnya dikelola secara independen. Ia mengakui bahwa memang secara struktural BPJS Kesehatan tak berada dib Kementerian Kesehatan. Hanya saja Timboel khawatir apabila iuran seluruh peserta di JKN akan berpotensi digunakan untuk membiayai program pemerintah yang seharusnya dibiayai APBN. Dimana akan mengancam terjadi defisit pada keuangan BPJS Kesehatan.
Baca Juga: RUU Kesehatan: STR Dokter Akan Berlaku Seumur Hidup, SIP Tetap Berlaku 5 Tahun "Contohnya untuk KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi), itu satu klaster dengan pandemi. Harusnya menjadi tanggung jawab APBN ketika bicara undang-undang bencana. Tetapi karena alasan berat dan sebagainya, diserahkan kepada BPJS Kesehatan," paparnya. Kemudian Ia mengatakan, UU BPJS Kesehatan dan UU SJSN sudah dibahas dalam omnibus law Cipta Kerja dan juga UU P2SK. Maka sudah seharusnya klaster BPJS tak perlu lagi dibahas dalam RUU Kesehatan. "UU SJSN dan BPJS sudah di omnibus sebelumnya jadi enggak bisa di bahas dulu, di moratorium. enggak usah dibahas dulu supaya UU berikutnya kesini enggak terjadi kekacauan," ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto