BPJS Watch sarankan pemerintah naikkan iuran BPJS Kesehatan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch menilai bauran kebijakan pemerintah dalam mengatasi potensi defisit BPJS Kesehatan tidak efektif bila tidak diikuti dengan kenaikan iuran.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, defisit di BPJS Kesehatan terjadi karena input yang ada lebih rendah dari pembiayaan. "Karena itu, harus ada upaya meningkatkan pendapatan  untuk menurunkan defisit, misalnya meningkatkan pajak rokok. Sementara, dari sisi pembiayaan harus ada upaya menurunkan tingkat rujukan nasional dari FKTP ke RS, pengawasan terkait fraud, dan sebagainya," ujarTimboel, Senin (25/2).

Timboel mengatakan dalam mengatasi defisit BPJS Kesehatan, perlu kebijakan menyeleruh. "Seperti utang iuran Jamkesda yang masih besar dilaporan DJS BPJS Kesehatan. Delapan bauran di 2017 ternyata tidak mampu menurunkan defisit JKN di 2018. Saya menilai para pembantu presiden dan kepala daerah belum serius menjalankan delapan bauran yang di 2017 lalu tersebut," jelasnya.


Ia mengatakan, selain kenaikan iuran, salah satu bauran kebijakan yang diambil adalah pelaksanaan PP 86 tahun 2013 tentang sanksi dimana PBPU dan BP (bukan pekerja) serta perusahaan yang belum turut serta dalam JKN dan menunggak iuran tidak mendapat pelayanan publik.

Tak lepas juga bagi Pemda, dijelaskan harus ada sanksi tegas berupa pengalihan DAU bila Pemda menunggak iuran dan bagi Pemda yang belum mengintegrasikan Jamkesdanya ke JKN.

"Maka harus dihukum dengan dikuranginya DAU DAK nya," tambah Timboel.

Lalu Kemenkeu juga dapat mengartikan pasal 100 Perpres 82 tahun 2018 tentang pajak rokok yaitu mewajibkan seluruh Pemda mengalokasikan 75% dari 50% pajak rokok yang diperoleh Pemda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli