KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Kesehatan membuka wacana Pemerintah akan mensubsidi iuran kelas 3 Mandiri, sehingga Pasal 34 Pepres No. 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan iuran kelas 3 mandiri atau Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) menjadi Rp. 42.000 bisa dilaksanakan di 1 Januari 2020. Bila rencana tersebut disetujui, maka APBN akan menggelontorkan dana tambahan dana sebesar Rp. 4.1 Triliun dengan perhitungan 20,9 juta orang. Baca Juga: Hadapi kenaikan iuran BPJS, Siloam International (SILO) tambah dua lisensi BPJS Koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai, rencana tersebut kurang tepat. Mengacu pada Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), Pemerintah membayar iuran untuk rakyat miskin, sementara untuk yang mampu maka orang tersebut harus mengiur. “Kelas 3 PBPU memang diisi oleh orang miskin dan orang yang mampu. Orang miskin penghuni kelas 3 adalah kelompok orang yang harusnya dapat PBI, tapi orang tersebut tidak bisa masuk PBI karena ada keterbatasan kuota PBI,” kata Timboel dalam siaran persnya, Minggu (10/11). Timboel menilai, bila Pemerintah mensubsidi PBPU kelas 3, maka itu berpotensi sebagai tindakan inefisiensi APBN, karena APBN memang digunakan untuk membiayai iuran orang miskin seperti diamanatkan UU SJSN. Dan tentunya dengan subsidi ini maka beban APBN akan terus bertambah bila kelompok kelas 1 dan 2 peserta mandiri berpindah ke kelas 3. Baca Juga: BPJS Kesehatan nunggak, keuangan rumah sakit terganggu “Lebih baik dana subsidi yang diwacanakan Pak Menkes tersebut dialokasikan sebagai dana cadangan untuk mengantisipasi defisit JKN di 2020,” katanya. Timboel mengusulkan tiga (3) langkah bagi pemerintah. Pertama, kalau pemerintah ingin membantu orang miskin di PBPU, maka pemerintah harus melakukan cleansing data PBI APBN dengan sesegera mungkin dan secara obyektif, sehingga benar-benar orang miskin lah yang bisa menghuni PBI. “Dengan cleansing data yang baik, maka orang miskin di PBPU akan menjadi peserta PBI,” imbuhnya.
BPJS Watch sebut rencana pemerintah subsidi kelas 3 mandiri dinilai inefisiensi APBN
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Kesehatan membuka wacana Pemerintah akan mensubsidi iuran kelas 3 Mandiri, sehingga Pasal 34 Pepres No. 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan iuran kelas 3 mandiri atau Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) menjadi Rp. 42.000 bisa dilaksanakan di 1 Januari 2020. Bila rencana tersebut disetujui, maka APBN akan menggelontorkan dana tambahan dana sebesar Rp. 4.1 Triliun dengan perhitungan 20,9 juta orang. Baca Juga: Hadapi kenaikan iuran BPJS, Siloam International (SILO) tambah dua lisensi BPJS Koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai, rencana tersebut kurang tepat. Mengacu pada Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), Pemerintah membayar iuran untuk rakyat miskin, sementara untuk yang mampu maka orang tersebut harus mengiur. “Kelas 3 PBPU memang diisi oleh orang miskin dan orang yang mampu. Orang miskin penghuni kelas 3 adalah kelompok orang yang harusnya dapat PBI, tapi orang tersebut tidak bisa masuk PBI karena ada keterbatasan kuota PBI,” kata Timboel dalam siaran persnya, Minggu (10/11). Timboel menilai, bila Pemerintah mensubsidi PBPU kelas 3, maka itu berpotensi sebagai tindakan inefisiensi APBN, karena APBN memang digunakan untuk membiayai iuran orang miskin seperti diamanatkan UU SJSN. Dan tentunya dengan subsidi ini maka beban APBN akan terus bertambah bila kelompok kelas 1 dan 2 peserta mandiri berpindah ke kelas 3. Baca Juga: BPJS Kesehatan nunggak, keuangan rumah sakit terganggu “Lebih baik dana subsidi yang diwacanakan Pak Menkes tersebut dialokasikan sebagai dana cadangan untuk mengantisipasi defisit JKN di 2020,” katanya. Timboel mengusulkan tiga (3) langkah bagi pemerintah. Pertama, kalau pemerintah ingin membantu orang miskin di PBPU, maka pemerintah harus melakukan cleansing data PBI APBN dengan sesegera mungkin dan secara obyektif, sehingga benar-benar orang miskin lah yang bisa menghuni PBI. “Dengan cleansing data yang baik, maka orang miskin di PBPU akan menjadi peserta PBI,” imbuhnya.