BPK: Ada penyimpangan peraturan terkait Freeport



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I-2017 menyebutkan ada masalah pengendalian intern di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas kontrak karya PT Freeport Indonesia (PTFI). Akibatnya terjadi kehilangan potensi penerimaan negara.

Moermahadi Soerja Djanegara, Ketua BPK menemukan beberapa masalah dalam pengawasan internal di Kementerian ESDM terkait kontrak karya Freeport. Masalah itu karena pelaksanaan kebijakan mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan, SOP belum disusun/ tidak lengkap, satuan pengawas intern tidak berjalan optimal, penerimaan selain denda keterlambatan belum dipungut/ diterima. Selain itu. Ada juga. "Penyimpangan peraturan bidang tertentu oleh Kementerian ESDM," tulis Moermahadi, Selasa (3/10).

Pertama, pemerintah melalui PP Nomor 45 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 9 Tahun 2012 telah menetapkan besaran tarif iuran tetap, royalti dan royalti tambahan, tetapi PTFI masih menggunakan tarif yang tercantum dalam KK yang besarannya lebih rendah, serta tidak disesuaikan dengan tarif terbaru menurut peraturan pemerintah tersebut, sehingga mengakibatkan hilangnya potensi PNBP periode tahun 2009-2015 sebesar US$ 445,96 juta.


Kedua, Kementerian ESDM memberikan persetujuan pelepasan jaminan reklamasi PTFI setelah PTFI melakukan kegiatan reklamasi, tetapi dasar perhitungan pencairan jaminan reklamasi yang digunakan Kementerian ESDM tidak akurat. "Sehingga terdapat kelebihan pencairan jaminan reklamasi yang seharusnya masih ditempatkan pada Pemerintah Indonesia sebesar US$ 1,43 juta," tulis Moermahadi.

Ketiga, terdapat kelemahan dalam pengendalian kepatuhan pembayaran royalti dan iuran tetap PTFI kepada pemerintah, karena ditjen mineral dan batubara (Minerba) Kementerian ESDM belum memiliki SOP atas kegiatan penatausahaan PNBP Mineral.

Keempat, tambang bawah tanah di wilayah PTFI mengakibatkan terjadi amblesan permukaan yang merusak lingkungan tetapi tidak terpantau, karena Kementerian ESDM belum menerbitkan pedoman penyusunan laporan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan oleh perusahaan pertambangan, termasuk atas pemantauan amblesan permukaan.

Kelima, peningkatan porsi kepemilikan saham Pemerintah Indonesia melalui mekanisme divestasi saham pada PTFI berlarut-larut karena adanya peraturan perundangan yang lebih meringankan daripada ketentuan divestasi yang tercantum dalam KK PTFI. Selain itu, Kementerian ESDM belum memilki aturan tentang porsi kepemilikan negara melalui divestasi yang optimal agar negara memilikikedaulatan atas kekayaan SDA.

Keenam, rencana pascatambang PTFI telah mendapat persetujuan dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM, tetapi PTFI belum memenuhi kewajiban penempatan jaminan pascatambang kepada Pemerintah RI untuk periode 2016–2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati