BPK akan audit pembelian lahan rusun Cengkareng



Jakarta. Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mulai melakukan audit investigatif pembelian lahan untuk pembangunan Rumah Susun Cengkareng Barat pada Jumat (24/6/2016) ini.

"Audit investigasi besok (Jumat) ya, bisa berlangsung hingga 50 hari," kata Saefullah, di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (23/6/2016) malam.

Saefullah menyampaikan, potensi penyimpangan terkait pembelian lahan tersebut muncul karena kesalahan dua SKPD DKI Jakarta, yakni Dinas Kelautan Perikanan dan Ketahan Pangan (KPKP) serta Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta.


Menurut dia, lahan tersebut awalnya atas nama Dinas KPKP DKI. Hanya saja, lahan itu telantar dan pada tahun 2013 sertifikat kepemilikan lahan tersebut terbit atas nama orang lain. "Dinas KPKP itu kenapa ada orang ngukur-ngukur di situ sampai enggak tahu? Itu kan tahun 2013 sertifikatnya. Dinas Perumahannya juga kenapa bisa kebobolan begitu (beli lahan, tapi tidak teliti riwayat lahan)," kata Saefullah.

Ia juga mengatakan bahwa penyimpangan pembelian lahan ini menjadi tanggung jawab Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta Ika Lestari Aji. "Karena dia sebagai penanggung jawab kegiatan, apa pun temuan, siapa pun dia, harus tanggung jawab, mesti klarifikasi. Karena di situ pasti ada kriminalnya," kata Saefullah.

Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta menganggarkan pembelian lahan di Cengkareng Barat pada APBD 2015. Anggaran yang disediakan untuk membeli lahan tersebut lebih kurang Rp 600 miliar.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkejut saat mengetahui jasa notaris dalam transaksi pembelian lahan untuk pembangunan Rumah Susun Cengkareng Barat mencapai Rp 4-5 miliar.

Basuki kemudian meminta BPK melakukan audit investigatif terhadap pembelian lahan itu. Pengadaan lahan untuk pembangunan Rumah Susun Cengkareng Barat merupakan salah satu temuan yang tercantum dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI 2015.

"Nah, kami minta bantuan BPK untuk periksa karena dari dulu DKI beli tanah selalu pakai maksimum satu persen. Apalagi kami curiga ada tanah kami yang dibeli sendiri dengan palsukan dokumen," kata Basuki.

(Kurnia Sari Aziza)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto