BPK: Aparat kurang menindaklanjuti temuan kami



JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyamakan persepsi sehubungan banyaknya hasil audit BPK yang tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

Sejauh ini BPK telah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) sampai Juni 2014 terdapat 223 surat yang mengungkapkan 437 temuan yang mengandung unsur pidana senilai Rp 33,3 triliun dan US$840,991,291. Dari temuaan tersebut, baru 42 temuan yang telah diproses oleh penegak hukum.

Lalu terdapat sebanyak 93 temuan telah melalui proses penyelidikan, sebanyak 65 temuan telah melalui penyidikan, sebanyak 21 temuan telah melalui proses penuntutan dan peradilan, sebanyak 131 temuan telah mendapatkan vonis pengadilan, sebanyak 15 temuan dihentikan dengan surat perintah penghentian penyidikan dan 10 temuan belum ada data tidaklanjutnya dan sebanyak 60 temuan belum ditindaklanjuti


Koordinator Bidang Keuangan Pajak dan Perbankan Jampidsus, Adil Wahyu Wijaya mengatakan pihaknya saat ini berusaha untuk menyamakan persepsi. Pertama soal adanya perbuatan melawan hukum. "Selama ini perbuatan hukum menurut BPK berbeda. Kalau kejagung kan yuridis sesuai dengan KUHAP," kata Adil, Senin (11/8).

Selain itu, persepsi soal kerugian negara. Keuangan negara diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 31 tahun 1999. Misalnya soal BUMN dan anak perusahaanya, apakah termasuk di dalam kerugian negara. Kalau BPK belum bisa menghitung  kerugian anak perusahaan karena beranggapan itu bukan BUMN, tapi perusahaan swasta. Walaupun tetap modalnya dari negara, makanya berkaitan dengan keuangan negara.

Sementara anggota Komisi III DPR RI, Eva Kusuma Sundari mengatakan yang memiliki otoritas soal kerugian negara adalah BPK. Jika kejagung atau penyidik mengatakan salah persepsi itu tidak benar. "Jika BPK sudah menyerahkan pada aparat penegak hukum berarti dugaan kuat sekali ada kerugian negara," katanya.

Adanya temuan dari BPK akan membantu penyidik, tinggal melakukan tahap selanjutnya saja. Eva menambahkan sebaiknya BPK mengolah bahasa supaya lebih mudah dipahami oleh penegak hukum.

Sedangkan pengamat hukum, Agustinus Pohan mengatakan tidak semua hasil audit BPK adalah kasus pidana, yang penting dilakukan follow up oleh aparat penegak hukum. "Rapat koordinasi penting untuk menyelesaikan kendala yang terjadi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto