BPK percepat ungkap ketidakberesan impor beras



JAKARTA. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Ali Masykur Musa, mengatakan, BPK terus menelusuri dugaan penyelewengan di balik masuknya beras impor dari Vietnam. Jika tak meleset, maka BPK akan selesai mengumpulkan data dan melakukan pemeriksaan awal pada Februari 2014.

Ali mengatakan, BPK juga akan mencari tahu dan menghitung kerugian negara akibat impor beras Vietnam tersebut. Ia meminta BPK diberi waktu untuk mengungkap semua faktanya. "Pemeriksaan pendahuluan, pengumpulan data Februari selesai, menyangkut potensi kerugian negara membutuhkan waktu," kata Ali, Minggu (2/2)  di Jakarta.

Menurut Ali, BPK tidak ingin terlalu dini menyimpulkan ada penyelewengan di balik impor beras tersebut. Namun, dari pengalaman sebelumnya, pernah ditemukan motif penyalahgunaan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengimpor beras premium dengan izin beras miskin.


"Tahun dulu penyalahgunaan peraturan Menteri Perdagangan, kali ini apa? Kita perlu waktu," kata Ali. Ali menyebutkan, ada tiga aspek yang harus ditempuh menyikapi persoalan ini, yakni penelusuran regulasi terhadap pengadaan beras tersebut apakah legal atau sebaliknya, lalu adanya penerimaan negara, dan kebijakan produksi beras di Indonesia.

Menurut dia, jika pengelolaan padi di Indonesia sudah cukup, maka impor akan merugikan rakyat banyak. Sebelumnya, pedagang beras menyatakan kepada Menko Bidang Perekonomian Hatta Rajasa saat kunjungan ke Pasar Induk Beras Cipinang, bahwa ada beras yang baru datang pada pekan ketiga Januari 2014.

Beras itu memiliki spesifikasi yang sama dengan yang didatangkan pada 2013 dari Vietnam. Mengonfirmasi hal ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan kepada publik bahwa beras asal Vietnam itu memang berizin Kementerian Perdagangan.

Namun, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi membantah hal tersebut. Dalam keterangan resmi lanjutan, Dirjen Bea Cukai menyatakan selama ini kode impor antara beras standar dan premium sama. (Indra Akuntono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri