BPK sampaikan potensi kerugian negara ke Jokowi



JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima Pimpinan dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (5/10).

Pimpinan dan Anggota BPK menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2016 dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada Presiden Jokowi.

"Ada angka-angka potensi kerugian negara, tindak lanjut atas hasil pemeriksaan dan lainnya," kata Ketua BPK Harry Azhar Azis sebelum pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta.


Sebelumnya BPK menyatakan ke depan akan lebih "garang" dalam memantau tindak lanjut rekomendasi atas hasil pemeriksaan atas laporan keuangan entitas, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

"Semua rekomendasi yang terkait pemeriksaan, kita akan mulai angkat Pasal 20," kata Harry Azhar Azis di Jakarta, Selasa (4/10).

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pejabat pada entitas yang bersangkutan wajib menindaklanjuti rekomendasi BPK.

Apabila pejabat tidak menindaklanjuti rekomendasi BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, maka dikenakan sanksi sesuai Pasal 26 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 yaitu pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Dalam pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan, secara keseluruhan sejak tahun 2010 sampai dengan Semester I 2016, BPK telah menyampaikan 283.294 rekomendasi hasil pemeriksaan BPK kepada entitas yang diperiksa senilai Rp247,87 triliun.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 34.507 rekomendasi atau 12,2 % belum ditindaklanjuti. Sedangkan 172.909 rekomendasi atau 61 rekomendasi sudah ditindaklanjuti dan sesuai dengan rekomendasi BPK.

Sementara itu, sebanyak 75.123 rekomendasi atau 26,5 % masih dalam proses atau tindak lanjutnya belum sesuai dengan rekomendasi BPK, dan sisanya sebanyak 755 rekomendasi atau 0,3 % tidak dapat ditindaklanjuti.

"Kami ingin menegaskan bahwa keterbukaan dan tanggung jawab keuangan negara telah mengalami perbaikan. Meskipun begitu, pemerintah harus terus-menerus meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara," ujar Harry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto