BPK Sudah Menggelar Audit Impor BBM Sejak Awal September



JAKARTA. Diam-diam Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebenarnya sudah mulai menggelar audit terhadap impor bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh Pertamina. Audit ini masuk dalam kategori audit dengan tujuan tertentu yang berarti mengandung kecurigaan.

Auditor Utama BPK Widodo Mumpuni mengaku sejak awal September ini BPK sudah mulai mencari keterangan dari pihak yang berurusan dengan impor BBM. "Kami perkirakan audit impor ini membutuhkan waktu 1,5 bulan," ucap Widodo, kepada KONTAN, Kamis (4/9). Padahal, instruksi audit ini baru mencuat saat BPK memberikan keterangan dalam Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket BBM, Rabu (3/9).

Sebagai langkah awal, BPK akan menyelidiki kontrak antara Pertamina dengan pihak ketiga atau broker impor. Kontrak tersebut biasa terjadi setelah Pertamina menentukan broker yang menjadi pemenang dalam tender impor BBM.


Selain memeriksa isi kontrak, BPK saat ini pun mulai meminta penjelasan dari PT Pertamina dan perusahaan anak usaha. Anak perusahaan Pertamina yang bakal mendapat sorotan ialah Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Itulah anak perusahaan Pertamina yang tercatat di luar negeri yang ikut terlibat dalam proses impor BBM.

Berhubung sebagian besar para broker berkantor di Singapura, BPK pun harus menyambangi negeri singa itu.  BPK akan meminta konfirmasi dari broker impor BBM yang biasa memasok Pertamina, seperti Shell Singapore, RIM Intelligent, dan Platts of Singapore. Tim BPK akan berangkat ke Singapura setelah Lebaran mendatang.

Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Sudirman Said menyatakan PT Pertamina siap memberikan keterangan dan data kepada BPK selama proses audit impor BBM.  "Kami tiap tahunnya diperiksa oleh BPK maka kami siap membantu BPK bila memang ingin melakukan audit yang dikhususkan untuk hal tertentu," kata Sudirman. Pasalnya, PT Pertamina tidak ingin melanggar aturan untuk tidak membantu memperlancar proses audit BPK. "Adalah kewenangan BPK melakukan pemeriksaan maka kita siap membantu," sambungnya

Sayang, Widodo belum dapat memperkirakan kerugian negara dalam kontrak impor BBM. "Justru hal itulah yang ingin kita dari tahu dan sesuai aturan kita tidak boleh mereka-reka," kata Widodo singkat. Sekedar mengingatkan, DPR sebenarnya meminta BPK melakukan audit tak hanya soal BBM tetapi juga tentang minyak dan gas. Audit itu berlaku dari sektor produksi (hulu) hingga ke tata niaga migas (hilir).

Permintaan audit ini bagian dari kerja Pansus Hak Angket BBM. Lewat audit dari BPK inilah para anggota DPR mendapat bukti kuat untuk menelisik lebih jauh lagi kebijakan pemerintah selama ini di bidang migas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test