BPK: Tak ada konflik kepentingan dengan DPR



JAKARTA. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengatakan bahwa ada serangan personal terhadap dirinya dalam menjalankan tugasnya melakukan audit investigatif kasus Hambalang. Hal ini lantaran dirinya merupakan anak dari Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Hambalang, Kahar Muzakir. Padahal Agung menjelaskan bahwa dalam melakukan audit investigatif, BPK tidak memiliki konflik kepentingan atau conflict of interest dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebab, kata Firman, pada saat Komisi X DPR membahas anggaran proyek Hambalang pada tahun 2009, ayahnya belum masuk di komisi tersebut dan masih menjadi anggota Komisi VII DPR. "Kejadian ini (Hambalang) mulainya tahun 2010, dianggarkan sejak tahun 2009. Berarti yang terlibat anggaran tahun 2009 yang tahu. Sementara beliau (Kahar Muzakir) masih duduk di Komisi VII dan pada akhir tahun 2009, baru bergabung di Komisi X," tutur Agung Firman di Gedung BPK, Jakarta, Kamis (27/12) Selain itu, bebasnya audit investigatif BKP mengenai kasus Hambalang ini juga tecermin dari surat permintaan audit yang datang dari DPR pada tahun 2011 lalu. Agung Firman menjelaskan bahwa dirinya baru bergabung dengan lembaga auditor tertinggi negara ini pada April 2012 lalu. "Kalau dilihat dari surat permintaan dilakukannya audit pada tahun 2011, maka saat saya masuk auditnya sudah berjalan dan saya masuk di tengah-tengah proses audit," tandas Agung. Agung juga menjelaskan, dalam audit investigatif tahap I mengenai prosedur administratif dan keterlibatan pihak-pihak terkait, BPK menempatkan anggota II BPK Taufiqurahman Ruki sebagai pengarah. Hal ini berarti Ruki yang memberikan penugasan, menunjuk auditor dan menjadi penanggung jawab dalam audit investigatif tahap I BPK kasus Hambalang. "Konflik kepentingan terjadi jika ada dua pihak dengan dua kepentingan. Kalau bicara tentang audit, ini adalah kepentingan pengungkapan. Sementara conflict of interest terjadi jika ada pihak yang tidak ingin diungkap dan pengungkapan dianggap mengganggu," ujar Agung. Agung menuturkan, audit kasus Hambalang tahap I didasarkan surat permintaan DPR. Surat tersebut, kata Agung, dibuat berdasarkan hasil Rapat Kerja Komisi X dan Menteri Pemuda dan Olahraga RI yang saat itu telah dijabat oleh Andi Alfian Mallarangeng. Hal ini berarti, permintaan audit investigatif merupakan permintaan Komisi X DPR. "Dengan kata lain, Komisi X tidak tahu apa yang terjadi di Hambalang, di mana terjadi penganggaran tahun jamak. Dan audit ini adalah mengenai persoalan tahun jamak. Kondisi ini tentu tidak ada kepentingan antara BPK dan DPR. Semua pihak ingin ini diungkap dan sudah kami lakukan," pungkas Agung Firman. Sebelumnya, BPK dalam laporan hasil pemeriksaan audit investigatif tahap I telah berhasil mengungkap indikasi perbuatan melawan hukum dan juga pihak-pihak terkait yang bertanggung jawab dalam proyek Hambalang. Berdasarkan temuan BPK, terdapat nama Andi Alfian Mallarangeng dan juga nama Menteri Keuangan Agus Martowardojo yang diduga melakukan pembiaran sehingga terjadi penyalahgunaan wewenang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: