BPK temukan penyimpangan perbaikan jalan Pantura



JAKARTA. Ketidakberesan proyek perbaikan jalan di sepanjang Pantai Utara (Pantura) Jawa kembali terbongkar.

Kali ini, Badan Pemeriksa Keuangan mengendus adanya ketidakberesan terhadap pembiayaan perbaikan jalan di pantai utara (Pantura), Jawa Barat.

Sebelumnya, dari hasil auditnya terhadap proses perbaikan Jalan Pantura pada tahun 2010, BPK menemukan adanya dugaan mark up pembiayaan sebesar Rp 441 juta.


Hadi Purnomo, Kepala BPK, mengatakan, ketidakberesan pembiayaan tercium dari kegiatan perbaikan jalan pada paket pengerjaan Ciasem- Pamanukan, Jawa Barat.

Ketidakberesan tersebut berhasil dicium oleh BPK dari kelemahan yang terkandung dalam pelaksanaan kontrak berbasis kinerja pada paket pengerjaan jalan tersebut.

Selain itu, ketidakberesan juga tercium dari jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk proyek perbaikan jalan tersebut.

BPK menyatakan, bahwa harga sebesar Rp 106,96 miliar yang dikeluarkan oleh negara untuk pembangunan paket pengerjaan proyek tersebut tidak wajar. "Kelemahan tersebut mengakibatkan pengeluaran keuangan negara sebesar Rp 106,96 miliar yang tidak bisa diyakini kebenarannya," kata Hadi Senin (14/4) kemarin. Hadi menambahkan, selain ketidakberesan dalam proyek perbakkan jalan di Pantura, BPK juga menemukan ketidakberesan lain dalam kegiatan penyelenggaraan jalan dan jembatan nasional.

Dari hasil audit kinerja yang dilakukan oleh BPK terhadap penyelenggaraan pembangunan dan pemanfaatan jalan dan jembatan nasional di sepuluh provinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum diketahui belum dilakukan secara efektif. Salah satu kasusnya, terjadi pada pengelolaan dan pemanfaatan. Ruas jalan Pantura di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Berdasarkan temuan BPK, pengawasan dan pemanfaatan jalan tersebut buruk. Akibatnya, sejumlah pelanggaran, khususnya yang berkaitan dengan batas muatan kendaraan yang melintas pada ruas jalan tersebut tidak terpantau dengan baik. Ujung-ujungnya, sejumlah jalan yang baru dibangun cepat rusak. Namun demikian, Adriananda, Direktur Bina Pelaksana Wilayah II Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum membantah temuan BPK tersebut.

Menurutnya, kesimpulan atas hasil audit BPK tersebut terjadi karena perbedaan persepsi saja. "Temuan ketidakberesan BPK ini karena proyek tersebut merupakan pilot kontrak berbasis kinerja bukan kontrak konvensional seperti yang biasanya dilaksanakan. Untuk itu masih diperlukan penyamaan persepsi dengan pihak auditor," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan