JAKARTA. Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hasan Bisri menilai, upaya gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dapat berimbas besar terhadap pengelolaan keuangan negara. Gugatan uji materi itu terhadap pasal 2 huruf (g) dan (h) terkait materi Kekayaan Negara yang dipisahkan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hasan mengatakan, jika gugatan ini dikabulkan oleh MK, nantinya bakal membuat hilangnya kewenangan BPK untuk memeriksa keuangan BUMN tersebut. "UU No. 15/2006 tentang BPK menjabarkan tentang tugas BPK. Prinsipnya semua badan yang mengelola keuangan negara merupakan lingkup kewenangan BPK dan BUMN sebagai kekayaan negara termasuk di dalamnya," ujar Hasan, Kamis (12/9). Hasan menilai, BUMN yang penyertaan modalnya disetor oleh negara tidak bisa dipisahkan dalam kekayaan negara. Menurutnya, pengertian dipisahkan adalah dipisahkan pencatatannya APBN, tapi tidak terpisahkan dari negara. "Tujuan pembentukan BUMN ini ialah bukan semata-mata mencari keuntungan, tapi juga ada keterwakilan negara di dalamnya," lanjut Hasan. Hasan mengatakan dampak yang paling besar jika gugatan ini dikabulkan MK adalah hilangnya kewenangan BPK untuk mengaudit laporan keuangan BUMN. Dengan begitu, BUMN bakal masuk kategori private yang membuat potensi korupsi akan lebih merajalela, karena laporan keuangan tak lagi diawasi BPK. Ia pun mencatat, masih banyak BUMN yang melakukan rekayasa atas laporan keuangannya. Dalam hal ini, BPK menegur Kantor Akuntan Publik (KAP) dan BUMN yang dimaksud. "Kami juga tidak pernah menganggap bahwa kerugian bisnis perusahaan BUMN adalah kerugian negara, BPK tidak langsung mengangkatnya ke ranah hukum," katanya. Menurutnya, jika BUMN memiliki masalah dan merasa terlalu terbelenggu aspek korporasinya dengan peraturan negara yang ketat, maka diperlukan revisi UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN. Direktur Utama Bank BNI, Gatot Suwondo menyatakan, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, mau tak mau, pelaku usaha harus mempersiapkan dirinya agar memiliki daya saing. Namun, ia menganggap bahwa perusahaan BUMN kerap dibuat bingung dengan UU yang ada. Ia mencontohkan, sebagai Bank pelat merah, BNI wajib menjalankan delapan UU secara bersamaan yang terkadang saling bertolak belakang. Sementara, bank swasta hanya perlu menjalankan tiga UU, yakni UU Perseroan Terbatas, UU Perbankan, dan UU Pasar Modal. Di sisi lain, bank pelat merah masih ditambah lima UU, yakni UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU BUMN, UU BPK, dan UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. "Kita tidak mempermasalahkan berapa banyak UU yang kita jalankan sebagai BUMN, asalkan dalam satu UU tidak ada yg bertolak belakang dengan UU lainnya," kata Gatot. Ia mencontohkan, pada UU Perseroan Terbatas disebutkan aset PT adalah aset korporasi, sedangkan dalam UU BUMN disebutkan aset BUMN adalah aset negara. "Poin saya ingin harmonisasi dari UU tersebut. Jangan sampai kita tidak mengikuti satu institusi negara karena harus patuh pada UU yang satu lagi," katanya. Tidak Pengaruh Pada KPK Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chatarina Muliana mengatakan, jika nantinya gugatan ini dikabulkan oleh MK, tidak berarti BUMN ini bisa seenaknya mempermainkan uang negara yang melekat padanya. Chatarina bilang, direksi atau pejabat BUMN tetap masih berperan sebagai penyelenggara negara, di mana selama masih ada UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), mereka masih tetap bisa dijerat. Pernyataan Chatarina ini sekaligus menjawab kerisauan ketua bidang hukum Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho. Menurut Emerson gugatan uji materi terhadap UU Keuangan Negara ini memiliki potensi untuk menjarah uang negara di BUMN yang masuk dalam entitas perusahaan. Emerson bilang pihaknya akan membela BPK, hal itu akan dilakukannya dengan mempersiapkan kemungkinan pengajuan intervensi dari kasus yang berjalan sekarang. "Kekayaan BUMN masuk lingkup keuangan negara. Sederhananya, jika BUMN tak mau masuk keuangan negara, namanya jangan BUMN," katanya. Ia menyebut, jika gugatan ini dikabulkan MK akan sangat berbahaya, karena korupsi di BUMN tidak bisa ditangani KPK dan penegak hukum lain serta masuk dalam perkara pidana biasa karena tidak ada unsur kerugian negara.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BPK tolak BUMN dipisah dari sistem keuangan negara
JAKARTA. Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hasan Bisri menilai, upaya gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dapat berimbas besar terhadap pengelolaan keuangan negara. Gugatan uji materi itu terhadap pasal 2 huruf (g) dan (h) terkait materi Kekayaan Negara yang dipisahkan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hasan mengatakan, jika gugatan ini dikabulkan oleh MK, nantinya bakal membuat hilangnya kewenangan BPK untuk memeriksa keuangan BUMN tersebut. "UU No. 15/2006 tentang BPK menjabarkan tentang tugas BPK. Prinsipnya semua badan yang mengelola keuangan negara merupakan lingkup kewenangan BPK dan BUMN sebagai kekayaan negara termasuk di dalamnya," ujar Hasan, Kamis (12/9). Hasan menilai, BUMN yang penyertaan modalnya disetor oleh negara tidak bisa dipisahkan dalam kekayaan negara. Menurutnya, pengertian dipisahkan adalah dipisahkan pencatatannya APBN, tapi tidak terpisahkan dari negara. "Tujuan pembentukan BUMN ini ialah bukan semata-mata mencari keuntungan, tapi juga ada keterwakilan negara di dalamnya," lanjut Hasan. Hasan mengatakan dampak yang paling besar jika gugatan ini dikabulkan MK adalah hilangnya kewenangan BPK untuk mengaudit laporan keuangan BUMN. Dengan begitu, BUMN bakal masuk kategori private yang membuat potensi korupsi akan lebih merajalela, karena laporan keuangan tak lagi diawasi BPK. Ia pun mencatat, masih banyak BUMN yang melakukan rekayasa atas laporan keuangannya. Dalam hal ini, BPK menegur Kantor Akuntan Publik (KAP) dan BUMN yang dimaksud. "Kami juga tidak pernah menganggap bahwa kerugian bisnis perusahaan BUMN adalah kerugian negara, BPK tidak langsung mengangkatnya ke ranah hukum," katanya. Menurutnya, jika BUMN memiliki masalah dan merasa terlalu terbelenggu aspek korporasinya dengan peraturan negara yang ketat, maka diperlukan revisi UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN. Direktur Utama Bank BNI, Gatot Suwondo menyatakan, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, mau tak mau, pelaku usaha harus mempersiapkan dirinya agar memiliki daya saing. Namun, ia menganggap bahwa perusahaan BUMN kerap dibuat bingung dengan UU yang ada. Ia mencontohkan, sebagai Bank pelat merah, BNI wajib menjalankan delapan UU secara bersamaan yang terkadang saling bertolak belakang. Sementara, bank swasta hanya perlu menjalankan tiga UU, yakni UU Perseroan Terbatas, UU Perbankan, dan UU Pasar Modal. Di sisi lain, bank pelat merah masih ditambah lima UU, yakni UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU BUMN, UU BPK, dan UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. "Kita tidak mempermasalahkan berapa banyak UU yang kita jalankan sebagai BUMN, asalkan dalam satu UU tidak ada yg bertolak belakang dengan UU lainnya," kata Gatot. Ia mencontohkan, pada UU Perseroan Terbatas disebutkan aset PT adalah aset korporasi, sedangkan dalam UU BUMN disebutkan aset BUMN adalah aset negara. "Poin saya ingin harmonisasi dari UU tersebut. Jangan sampai kita tidak mengikuti satu institusi negara karena harus patuh pada UU yang satu lagi," katanya. Tidak Pengaruh Pada KPK Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chatarina Muliana mengatakan, jika nantinya gugatan ini dikabulkan oleh MK, tidak berarti BUMN ini bisa seenaknya mempermainkan uang negara yang melekat padanya. Chatarina bilang, direksi atau pejabat BUMN tetap masih berperan sebagai penyelenggara negara, di mana selama masih ada UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), mereka masih tetap bisa dijerat. Pernyataan Chatarina ini sekaligus menjawab kerisauan ketua bidang hukum Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho. Menurut Emerson gugatan uji materi terhadap UU Keuangan Negara ini memiliki potensi untuk menjarah uang negara di BUMN yang masuk dalam entitas perusahaan. Emerson bilang pihaknya akan membela BPK, hal itu akan dilakukannya dengan mempersiapkan kemungkinan pengajuan intervensi dari kasus yang berjalan sekarang. "Kekayaan BUMN masuk lingkup keuangan negara. Sederhananya, jika BUMN tak mau masuk keuangan negara, namanya jangan BUMN," katanya. Ia menyebut, jika gugatan ini dikabulkan MK akan sangat berbahaya, karena korupsi di BUMN tidak bisa ditangani KPK dan penegak hukum lain serta masuk dalam perkara pidana biasa karena tidak ada unsur kerugian negara.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News