BPKP pastikan penilaian Inalum sesuai aturan



JAKARTA. Pemerintah dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memastikan pengambilalihan saham PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) sesuai aturan. Pemerintah mengklaim:  tidak ada kejanggalan dalam transaksi ini.

Dalam perundingan pengambilalihan Inalum, pemerintah selalu berpegangan pada hasil audit BPKP.  BPKP sudah dua kali mengeluarkan nilai buku Inalum. Pertama, nilai buku Inalum sebesar US$ 424 juta yang merupakan hasil audit per 31 Maret 2013. Kedua, nilai buku US$ 558 juta, adalah nilai perkiraan BPKP terhadap aset Inalum 31 Oktober 2013.

Sedang nilai buku Inalum per 31 Oktober secara resmi, masih diaudit BPKP. Targetnya, nilai itu keluar pada akhir tahun. "Hasil audit kami selalu memperhatikan master agreement dan arahan pemerintah," tandas Kepala BPKP, Mardiasmo, Senin (18/11).


Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa juga menegaskan, pemerintah harus tetap berpegangan pada hasil audit BPKP. Mengingat, BPKP yang berwenang menentukan nilai pembelian Inalum bagi pemerintah. Selain itu, BPKP sebagai lembaga pemerintah pasti menghitung nilai Inalum secara rinci, dan ada pengecekan kebenarannya. "Kami harus berpegang pada hasil akhir audit BPKP dan bukan berdasarkan katanya," kata Hatta (18/11).

Nilai buku

Sebelumnya, transaksi pengambilalihan Inalum dinilai melanggar master agreement atau perjanjian induk pembentukan Inalum. Menurut perjanjian itu, pemerintah Indonesia cukup membayar ganti rugi kepada pemegang saham Inalum, yakni Nippon Asahan Inalum (NAA) berdasar nilai aktiva tetap, bukan sebesar nilai saham seperti yang selama ini terjadi. Selain itu, pemerintah juga tidak perlu membayar atas aset Inalum, karena sudah terdepresiasi selama 25 tahun.

Pemerintah cukup membayar ganti rugi atas aset Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Asahan yang merupakan milik Inalum, karena perhitungan depresiasinya 50 tahun, sedangkan selama ini baru beroperasi 30 tahun. Hitung punya hitung, berdasar master agreement itu, pemerintah cukup membayar US$ 225 juta untuk memiliki 100% Inalum dan aset-asetnya.

Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian (Kemperin), Agus Tjahajana Wirakusumah membantah kabar itu. "Isi master agreement, pengambilalihan berdasarkan nilai buku. Nilai buku itu ada aset perusahaan dan lainnya, termasuk biaya pemeliharaan," tandas Agus.

Akibatnya, biaya pengambilalihan Inalum cukup besar. Adapun nilai sementara yang disepakati US$ 556 juta. Nilai ini final akan mengacu hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai independen yang telah disepakati dua belah pihak. Jika ternyata nilai dari penilai independen ini melebihi US$ 20 juta maka kasus akan berlanjut ke arbitrase.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan