BPN desak pemda buat perda ulayat



JAKARTA. Badan Pertanahan Negara (BPN) mendesak pemerintah daerah mengakomodasi keberadaan tanah ulayat lewat peraturan daerah (perda), sehingga bisa meredam konflik tanah. Hal ini sekaligus untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (16/5) lalu.

MK mengabulkan uji materi UU No. 41/1999 tentang Kehutanan yang diajukan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah BPN Noor Marzuki mengatakan, pemda harus aktif bergerak ke pelosok daerah mendata kepemilikan tanah ulayat lantas mengukuhkan dalam perda ulayat. "Ini juga merupakan amanat UU Pokok-Pokok Agraria dan Permen Agraria No. 5/1999," katanya kepada KONTAN pekan lalu.

Sekadar informasi, dalam putusan MK, hakim menyatakan hutan negara dan hutan adat harus memiliki perbedaan perlakuan. Putusan MK ini membatalkan sejumlah frasa dan ayat dalam pasal 1 angka 6, Pasal 5 ayat 1, 2, dan 3 dalam UU Kehutanan.


Konsekuensi putusan MK  itu adalah hutan yang menjadi tanah ulayat atau tanah hutan yang sudah menjadi milik orang tapi belum diusahakan  bisa dikelola masyarakat setempat. Dalam tanah ulayat juga terdapat hak ulayat, yaitu hak yang dimiliki suatu masyarakat hukum adat untuk menguasai tanah beserta semua isinya.

Menurut Noor, kepala daerah harus segera membuat tim yang terdiri dari unsur pemerintah, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan unsur universitas untuk memastikan keberadaan tanah ulayat. Tim ini juga akan memastikan tiga aspek sebelum menetapkan perda tanah ulayat. Pertama, memastikan keberadaan masyarakat adat. Kedua, memastikan keberadaan ketentuan atau peraturan adat. Ketiga, memastikan keberadaan wilayah adat baik yang bersifat individual maupun kolektif.

Tapi, Sekretaris Jenderal Aliansi AMAN Abdon Nababan menilai, pemerintah harus mengeluarkan dasar hukum yang lebih kuat dari sekadar perda, tapi instruksi presiden (Inpres). "Perda tidak efektif," tegasnya.

Abdon bilang, presiden harus mengeluarkan Inpres untuk menunjuk Kementerian Kehutanan atau BPN untuk melakukan verifikasi kepemilikan tanah adat. "Jika sekadar diakui saja, maka konflik lahan terus terjadi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan