BPPT dan PT Garam bangun pabrik garam di NTT



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebutuhan garam sebagai bahan baku industri semakin meningkat, namun produksi dalam negeri belum mampu memenuhinya sehingga harus mengimpor. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT Garam (Persero) bekerjasama untuk menekan ketergantungan impor garam.

Adapun bentuk kerja sama adalah membangun pilot project pabrik garam untuk industri di Bipolo, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan konsep mengolah sumber daya air laut secara terintegrasi, dalam kawasan yang terintegrasi, sehingga nantinya dapat diperoleh berbagai komoditas produk antara lain garam industri, trace mineral, produk budidaya perikanan dan artemia.

"Indonesia khusunya NTT, mempunyai peluang memproduksi garam industri dengan kualitas garam impor. Sering kali permasalahan lahan menghambat investasi produksi garam industri di NTT," ungkap Kepala BPPT Unggul Priyanto kepada Kontan.co.id melalui keterangan tertulis pada Senin (20/11).


Beberapa lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan lahan pengaraman modern antara lain di Teluk Kupang.

Sabu Raijua, Nagekeo, Ende dan Waingapu. Diperkirakan di Nusa Tenggara Timur terdapat lahan potensiai sebesar kurang lebih 15.000 ha. Melalui pembangunan lahan pegaraman secara modern maka potensi produksi garam kualitas industri dari NTT diperkirakan bisa mencapai 1,5 juta ton per tahun. Indonesia saat ini impor garam dari Australia rata-rata 1,8 juta ton per tahun.

Sebagai informasi, kesepakatan bersama antara BPPT dengan PT Garam (Persero) ini dimaksudkan sebagai payung hukum untuk kerja sama dalam pengembangan lahan pegaraman terintegrasi di kawasan lahan pegaraman di Kupang Nusa Tenggara.

Kegiatan telah dimulai di akhir tahun 2017, dan pada tahun 2018 dengan dibangunnya pilot project pabrik refinery garam untuk menghasilkan garam kualitas industri yang akan dikerjakan secara bersama-sama antara BBTP dengan PT Garam (Persero).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto