JAKARTA. Persatuan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) mengharapkan pengawasan terhadap Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tetap di tangan Bank Indonesia (BI), bukan dibawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sesuai dengan amanat Undang-Undang Bank Indonesia Pasal 34, OJK sudah harus terbentuk paling lambat 31 Desember 2010. Ketua Umum Perbarindo Said Hartono mengatakan, ada dua alasan mengapa pengawasan BPR sebaiknya ada di BI. Pertama, pengawasan OJK yang sangat luas yang mencakup 13 lembaga keuangan, mulai perbankan, pasar modal, koperasi, hingga asuransi, diyakini akan membuat pengawasan tidak maksimal. "Kami tidak yakin kalau kualitas pengawasan akan semakin baik," ujarnya. Said bilang, selama ini pengawasan BI terhadap BPR sudah sangat bagus, apalagi selama ini BI juga sering memberikan bimbingan ke BPR. Meski begitu, Said tidak menampik masih ada kekurangan, seperti yang terjadi pada kasus Bank Century.
BPR Inginkan Pengawasan Tetap di BI
JAKARTA. Persatuan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) mengharapkan pengawasan terhadap Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tetap di tangan Bank Indonesia (BI), bukan dibawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sesuai dengan amanat Undang-Undang Bank Indonesia Pasal 34, OJK sudah harus terbentuk paling lambat 31 Desember 2010. Ketua Umum Perbarindo Said Hartono mengatakan, ada dua alasan mengapa pengawasan BPR sebaiknya ada di BI. Pertama, pengawasan OJK yang sangat luas yang mencakup 13 lembaga keuangan, mulai perbankan, pasar modal, koperasi, hingga asuransi, diyakini akan membuat pengawasan tidak maksimal. "Kami tidak yakin kalau kualitas pengawasan akan semakin baik," ujarnya. Said bilang, selama ini pengawasan BI terhadap BPR sudah sangat bagus, apalagi selama ini BI juga sering memberikan bimbingan ke BPR. Meski begitu, Said tidak menampik masih ada kekurangan, seperti yang terjadi pada kasus Bank Century.