JAKARTA. Pemerintah telah mengambil keputusan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pun mengambil sejumlah langkah untuk mengantisipasi risiko yang terjadi sebagai dampak hal tersebut.Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Joko Suyanto mengatakan, BPR akan berusaha untuk menekan risiko sebagai dampak kenaikan BBM ini. Salah satunya, "Kami berusaha menjaga tingkat Non Performing Loan (NPL)," ucapnya kepada KONTAN, Senin, (1/7).BPR konvensional tetap optimis dapat mencapai rasio kredit bermasalah atau NPL di bawah 5% pada penghujung tahun ini. Statistik Perbankan Indonesia (SPI) mencatat, NPL BPR berada di posisi 5,21% per April 2013. Angka tersebut sedikit menurun dibanding NPL April 2012 yaitu 5,59%.Joko mengaku, BPR konvensional tak melakukan revisi anggaran dan Rencana Bisnis Bank (RBB) sebagai dampak kenaikan BBM. Ia tetap yakin dengan pertumbuhan kredit sekitar 22-23% tahun ini.Per April, kredit BPR tumbuh 20,86%. Pada April tahun lalu, kredit yang digelontorkan yakni Rp 44,4 triliun. Ini kemudian meningkat jadi Rp 53,7 triliun di April tahun ini.Langkah yang berbeda diambil oleh Bank Prekreditan Rakyat Syariah (BPRS). Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Jabodetabek Cahyo Kartiko menyebut, pihaknya memotong setengah target pembiayaan. "Kami revisi RBB dan anggaran," katanya kepada KONTAN.Awalnya, BPRS berani ekspansi untuk tumbuh 40-50% di tahun ini. Namun kondisi yang tak memungkinkan membuatnya harus merevisi pertumbuhannya jadi sekitar 20% saja.Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pembiayaan yang disalurkan BPRS per April 2013 yaitu Rp 3,8 triliun. Jumlah tersebut mekar 29,82% dari Rp 2,9 triliun di April tahun kemarin. Penyaluran terbesarnya pada pembiayaan modal kerja dengan sektor terbesar yaitu perdagangan, restoran, dan perhotelan.Sayangnya, Non Performing Financing (NPF) BPRS tercatat masih meningkat. Pada April 2012, NPF BPRS yakni 6,5%. Lalu pada April 2013 naik menjadi 7,32%. "NPF memang masih tinggi," aku Cahyo.Selain kenaikan harga BBM, BPRS ternyata lebih khawatir juga pada dampak kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) beberapa waktu lalu. Menurut Cahyo, ini dapat meningkatkan biaya operasional dan menekan profitabilitas bank.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BPR susun strategi menanggapi kenaikan BBM
JAKARTA. Pemerintah telah mengambil keputusan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pun mengambil sejumlah langkah untuk mengantisipasi risiko yang terjadi sebagai dampak hal tersebut.Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Joko Suyanto mengatakan, BPR akan berusaha untuk menekan risiko sebagai dampak kenaikan BBM ini. Salah satunya, "Kami berusaha menjaga tingkat Non Performing Loan (NPL)," ucapnya kepada KONTAN, Senin, (1/7).BPR konvensional tetap optimis dapat mencapai rasio kredit bermasalah atau NPL di bawah 5% pada penghujung tahun ini. Statistik Perbankan Indonesia (SPI) mencatat, NPL BPR berada di posisi 5,21% per April 2013. Angka tersebut sedikit menurun dibanding NPL April 2012 yaitu 5,59%.Joko mengaku, BPR konvensional tak melakukan revisi anggaran dan Rencana Bisnis Bank (RBB) sebagai dampak kenaikan BBM. Ia tetap yakin dengan pertumbuhan kredit sekitar 22-23% tahun ini.Per April, kredit BPR tumbuh 20,86%. Pada April tahun lalu, kredit yang digelontorkan yakni Rp 44,4 triliun. Ini kemudian meningkat jadi Rp 53,7 triliun di April tahun ini.Langkah yang berbeda diambil oleh Bank Prekreditan Rakyat Syariah (BPRS). Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Jabodetabek Cahyo Kartiko menyebut, pihaknya memotong setengah target pembiayaan. "Kami revisi RBB dan anggaran," katanya kepada KONTAN.Awalnya, BPRS berani ekspansi untuk tumbuh 40-50% di tahun ini. Namun kondisi yang tak memungkinkan membuatnya harus merevisi pertumbuhannya jadi sekitar 20% saja.Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pembiayaan yang disalurkan BPRS per April 2013 yaitu Rp 3,8 triliun. Jumlah tersebut mekar 29,82% dari Rp 2,9 triliun di April tahun kemarin. Penyaluran terbesarnya pada pembiayaan modal kerja dengan sektor terbesar yaitu perdagangan, restoran, dan perhotelan.Sayangnya, Non Performing Financing (NPF) BPRS tercatat masih meningkat. Pada April 2012, NPF BPRS yakni 6,5%. Lalu pada April 2013 naik menjadi 7,32%. "NPF memang masih tinggi," aku Cahyo.Selain kenaikan harga BBM, BPRS ternyata lebih khawatir juga pada dampak kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) beberapa waktu lalu. Menurut Cahyo, ini dapat meningkatkan biaya operasional dan menekan profitabilitas bank.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News