BANDUNG. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup baik, tapi rupanya pertumbuhan ekonomi masih banyak ditopang sektor non tradeble. Alhasil, tingkat kesenjangan pendapatan antara rumah tangga golongan bawah dan golongan rumah tangga golongan atas semakin tinggi.Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Slamet Sutomo mengungkapkan, kesenjangan pertumbuhan ekonomi ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak disumbang sektor non tradeble seperti sektor telekomunikasi, perdagangan, pengangkutan, keuangan dan sektor jasa.Dia bilang, berdasarkan data time series PDB sejak 2001 hingga 2010 menunjukkan, sektor non tradeble tumbuh di atas laju pertumbuhan ekonomi nasional. "Sementara itu, sektor tradeble seperti sektor pertanian termasuk perkebunan dan industri selalu tumbuh di bawah perekonomian nasional," urainya, Sabtu (26/11).Data BPS menunjukkan, tingkat pendapatan rumah tangga buruh pertanian pada tahun 2000 sekitar Rp 2,012 juta, dan naik menjadi Rp 5,799 juta di 2008. Tingkat pendapatan rumah tangga bukan pertanian golongan atas di desa naik dari Rp 7,17 juta di tahun 2000, menjadi Rp 27,52 juta di 2008. Sedangkan pendapatan rumah tangga bukan pertanian golongan atas di kota naik dari Rp 9,64 juta di tahun 2000, menjadi Rp 38,38 juta pada 2008.Slamet mengungkapkan, karena penggerak pertumbuhan ekonomi banyak dikontribusi oleh sektor non tradeble, maka tingkat kesenjangan antara rumah tangga golongan bawah dan atas semakin besar. "Ini lantaran kalau petani (sektor tradeble) itu juga tumbuh, tapi pertumbuhannya lambat," ungkapnya.Oleh karena itu, dia menyebut, seharusnya di Indonesia butuh kebijakan yang berdasar pada basis pertanian (agriculture base) sehingga kesenjangan bisa dikurangi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BPS: Pertumbuhan ekonomi Indonesia mayoritas disumbang sektor non tradeble
BANDUNG. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup baik, tapi rupanya pertumbuhan ekonomi masih banyak ditopang sektor non tradeble. Alhasil, tingkat kesenjangan pendapatan antara rumah tangga golongan bawah dan golongan rumah tangga golongan atas semakin tinggi.Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Slamet Sutomo mengungkapkan, kesenjangan pertumbuhan ekonomi ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak disumbang sektor non tradeble seperti sektor telekomunikasi, perdagangan, pengangkutan, keuangan dan sektor jasa.Dia bilang, berdasarkan data time series PDB sejak 2001 hingga 2010 menunjukkan, sektor non tradeble tumbuh di atas laju pertumbuhan ekonomi nasional. "Sementara itu, sektor tradeble seperti sektor pertanian termasuk perkebunan dan industri selalu tumbuh di bawah perekonomian nasional," urainya, Sabtu (26/11).Data BPS menunjukkan, tingkat pendapatan rumah tangga buruh pertanian pada tahun 2000 sekitar Rp 2,012 juta, dan naik menjadi Rp 5,799 juta di 2008. Tingkat pendapatan rumah tangga bukan pertanian golongan atas di desa naik dari Rp 7,17 juta di tahun 2000, menjadi Rp 27,52 juta di 2008. Sedangkan pendapatan rumah tangga bukan pertanian golongan atas di kota naik dari Rp 9,64 juta di tahun 2000, menjadi Rp 38,38 juta pada 2008.Slamet mengungkapkan, karena penggerak pertumbuhan ekonomi banyak dikontribusi oleh sektor non tradeble, maka tingkat kesenjangan antara rumah tangga golongan bawah dan atas semakin besar. "Ini lantaran kalau petani (sektor tradeble) itu juga tumbuh, tapi pertumbuhannya lambat," ungkapnya.Oleh karena itu, dia menyebut, seharusnya di Indonesia butuh kebijakan yang berdasar pada basis pertanian (agriculture base) sehingga kesenjangan bisa dikurangi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News