JAKARTA. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengungkapkan, para petani cabai sempat menuturkan keinginannya agar pemerintah menerapkan harga pembelian pemerintah (HPP) layaknya gabah. Mereka khawatir dengan gejolak harga cabai yang sempat melambung tinggi menembus Rp 100.000 per kilogram.“Hal itu diungkapkan para petani saat kemarin sidak ke empat kabupaten sentra produksi cabai yang kita kunjungi yaitu Brebes, Majalengka, Garut dan Tuban,” kata Rusman, Selasa (1/2).Dari kajian BPS, lanjutnya, secara nyata memang produksi cabai terutama diakhir 2010 mengalami penurunan sangat drastis. Hal itu berakibat terganggunya suplai ke pasar. Dia memaparkan, penurunan produksi cabai disebabkan beberapa alasan, seperti traumatik di petani. Berdasarkan pengalaman, harga cabai pernah mencapai Rp 3.000 per kg, padahal break event point cabai itu sekitar Rp 7.000 - Rp 8.000 per kg. Akibat rugi itu maka ada dampak psikologis seolah-olah membiarkan saja lahannya tidak ditanami cabai. Petani juga tidak punya cukup modal untuk memutar kembali penanaman cabai. "Jadi mestinya pada saat itulah dia sangat memerlukan modal, karena hasil penjualan cabai tidak cukup membentuk akumulasi modal, sehingga ada pengurangan lahan penanaman cabai,” tuturnya.
BPS: Petani cabai minta pemerintah terapkan HPP
JAKARTA. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengungkapkan, para petani cabai sempat menuturkan keinginannya agar pemerintah menerapkan harga pembelian pemerintah (HPP) layaknya gabah. Mereka khawatir dengan gejolak harga cabai yang sempat melambung tinggi menembus Rp 100.000 per kilogram.“Hal itu diungkapkan para petani saat kemarin sidak ke empat kabupaten sentra produksi cabai yang kita kunjungi yaitu Brebes, Majalengka, Garut dan Tuban,” kata Rusman, Selasa (1/2).Dari kajian BPS, lanjutnya, secara nyata memang produksi cabai terutama diakhir 2010 mengalami penurunan sangat drastis. Hal itu berakibat terganggunya suplai ke pasar. Dia memaparkan, penurunan produksi cabai disebabkan beberapa alasan, seperti traumatik di petani. Berdasarkan pengalaman, harga cabai pernah mencapai Rp 3.000 per kg, padahal break event point cabai itu sekitar Rp 7.000 - Rp 8.000 per kg. Akibat rugi itu maka ada dampak psikologis seolah-olah membiarkan saja lahannya tidak ditanami cabai. Petani juga tidak punya cukup modal untuk memutar kembali penanaman cabai. "Jadi mestinya pada saat itulah dia sangat memerlukan modal, karena hasil penjualan cabai tidak cukup membentuk akumulasi modal, sehingga ada pengurangan lahan penanaman cabai,” tuturnya.