JAKARTA. Brexit! Itulah fokus pelaku pasar dalam pekan-pekan ini. Gara-gara Brexit pula laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertahan. Padahal, dua angin segar tengah berembus ke pasar saham. Pertama, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menahan suku bunga acuannya. Yang kedua, Bank Indonesia (BI) memangkas 25 basis poin (bps) semua bunga acuan, mulai dari BI rate hingga lending facility rate. Kini, BI rate berada di posisi 6,5%. Idealnya, penurunan suku bunga acuan akan menyeret turun imbal hasil surat utang. Investor diperkirakan mengalihkan dana ke pasar saham, sehingga bursa bisa bergairah. Namun, sekali lagi, pasar masih melihat ganjalan lain, yakni rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa alias Brexit.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, mengatakan, pasar masih menanti hasil referendum Brexit yang digelar 23 Juni. "Sebab dari domestik tidak ada sentimen lagi, kecuali kepastian tax amnesty," kata Hans, Minggu (19/6). Hans menyatakan, penurunan ekonomi Eropa akan mempengaruhi Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar Eropa, sekaligus mitra dagang utama Indonesia. Itu sebabnya, faktor Brexit pula yang menyebabkan gerak indeks saham terbatas. Ihwal kepastian tax amnesty, pasar menunggu rencana ini karena beleid ini berpeluang "menyuntikkan" dana segar ke pasar. "Aturan itu akan menyebabkan konversi dana yang masuk ke Indonesia, sehingga tax amnesty bisa mendorong pasar modal lebih bergairah," tambah Hans. Teguh Hidayat, Direktur Averre Investama, melihat, pergerakan pasar masih dipengaruhi sentimen asing ketimbang domestik. Penurunan BI rate akan membuka peluang penurunan bunga surat utang dan deposito. Kondisi ini akan menyebabkan pasar saham lebih menarik. "Namun, investor masih wait and see, kalau tax amnesty gol, baru trigger buat investor masuk deras ke pasar saham," ujarnya.