BRG intensif lobi investor restorasi gambut



JAKARTA. Berbagai terobosan telah dilakukan Indonesia untuk menghentikan asap dari kebakaran hutan dan lahan gambut. Pada Januari 2016, Indonesia mendirikan Badan Restorasi Gambut (BRG) yang ditugaskan memulihkan dua juga ha lahan gambut yang rusak. Indonesia juga menerbitkan kebijakan moratorium pembukaan lahan gambut, dan moratorium pembukaan hutan dan lahan gambut terutama terkait konsesi penanaman kelapa sawit baru dan pertambangan.

Respon cepat dan sungguh-sungguh Presiden Joko Widodo terhadap kebakaran dan kabut asap 2015 lalu menunjukkan kualitas kepemimpinannya sehingga Indonesia dan dunia bisa lebih aman dan sejahtera. Bank Dunia memperkirakan Indonesia menanggung kerugian sekitar US$16,1 miliar  akibat kebakaran 2015 lalu. Telah dikalkulasikan pula bahwa apabil seluruh area yang terbakar tersebut lalu jika dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, nilainya hanya sekitar US$8 miliar.

Restorasi lahan gambut akan membuat jutaan orang terbebas dari gangguan pernapasan serta mencegah kerugian ekonomi dan penganggulangan bencana sejumlah ratusan trilliun rupiah. Di samping itu, restorasi ekonomi akan mencegah dilepaskannya 1,7 gigaton emisi karbon sebagaimana terjadi tahun 2015 lalu. "Transformasi cara pengelolaan gambut adalah sebuah keharusan. Usaha pengelolaan gambut yang bergantung pada pengeringan lahan gambut harus kita hentikan. Usaha- usaha semacam ini tentu didorong oleh permintaan pasar. Oleh karena itu restorasi lahan gambut merupakan upaya kolaboratif," kata Nazir Foead, Kepala BRG dalam keterangan resminya, Kamis (22/9).


Saat ini, para pejabat Pemerintah Indonesia bertemu dengan para pendonor dan investor di New York City, untuk membahas target-target yang ditetapkan dan memetakan langkah untuk mencapai target restorasi gambut di Indonesia. Semua pendanaan akan diintegrasikan dalam agenda restorasi gambut pemerintah, termasuk potensi investasi bersama antara pendonor dan BRG. Dalam hal peluang ke depan, Indonesia dan pendonor juga membahas bagaimana meningkatkan investasi di bidang konsesi restorasi ekosistem, sebuah kendaraan investasi yang tersedia bagi para investor untuk memulihkan dan melindungi ekosistem yang rusak di luar konsesi yang ada.

Terakhir namun teramat penting, investor didorong untuk mendukung masyarakat setempat dalam merestorasilahan gambut dengan mengembangkan sistem pertanian terpadu lengkap dengan rantai pasokan yang cukup untuk menjangkau pasar setempat maupun global. Adapun donor dan investor akan mendukung upaya Indonesia untuk mencapai target yang telah ditetapkan dan mendukung usaha-usaha yang memerlukan investasi pada tahun 2017. Investor dan donor berikut ini sudah menyatakan minatnya untuk mendukung cita-cita Indonesia dan berminat untuk menjajaki peluang-peluang investasi.

Pertama, lembaga donor swasta tengah mencari peluang untuk mendanai pengawasan dan peningkatan kapasitas untuk memastikan keutuhan ekologis dalam area-area bernilai konservasi tinggi. Peluang ini bisa datang dari George Soros, Hewlett Foundation, IKEA Foundation, Packard Foundation/Climateand Land Use Alliance (Packard dan CLUA sudah berkomitmen US$ 15 juta yang tertuang dalam Memorandum of Understanding dengan BRG)

Kedua, investor swasta mencari peluang investasi melalui percontohan pendanaan investasi karbon. Investor potensial ini misalnya Packard Foundation, MacArthur Foundation, Goldman Sachs, Tom Steyer, dan GoodEnergies Foundation. Ketiga, Norwegia tengah mempertimbangkan cara untuk membantu Indonesia mencapai target yang telah ditetapkan dan mendapatkan pembayaran komitmenUS$ 1miliar melalui proteksi gambut dan menawarkan pendanaan baru khusus untuk restorasi dan konservasi lahan gambut sebagai bentuk respon kemajuan dalam masalah ini.

Keempat, Pemerintah Amerika Serikat sedang menjajaki peluang untuk memberikan jaminan pinjaman dari USAID/OPIC untuk mengurangi risiko investasi. Kelima, Amerika Serikat bersama Indonesia juga Jerman dan Norwegia mendesak Green Climate Fund agar memprioritaskan pendanaan untuk upaya restorasi gambut ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan