BRI alokasikan pencadangan Rp 23,7 triliun terhadap kredit restrukturisasi Covid-19



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menyambut baik kebijakan perpanjangan restrukturisasi Covid-19 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Maret 2023. Namun, perseroan akan tetap menumpuk pencadangan sesuai dengan profil resiko debiturnya.

Agus Sudiarto Direktur Manajemen Resiko BRI mengatakan,  perpanjangan restrukturisasi tersebut sesuai dengan harapan perseroan. Dari hasil survei yang dilakukan terhadap debitur mikro serta dari segmen kecil dan menengah, BRI melihat masih dibutuhkan relaksasi lanjutan untuk membantu cashflow nasabah pada posisi sebelum terjadinya pandemi. 

Namun, perpanjangan relaksasi tersebut tak lantas membuat perseroan berhenti melakukan pencadangan.  Hingga Juli 2021, BRI sudah mengalokasikan pencadangan sebesar Rp 78,3 triliun dimana khusus untuk portofolio restrukturisasi Covid-19 saja  mencapai Rp 23,7 triliun. 


"Secara total, rasio pencadangan CKPN terhadap total pinjaman berisiko (Loan at Risk/LAR) kami mencapai 31,7%. Ini inline dengan apetite kami yakni minimum 30% tahun ini. Ke depan kami masih akan menjaga rasio pencadangan terhadap LAR tersebut," kata Agus pada Kontan.co.id, Minggu (5/9).

Baca Juga: BRI kantongi pendapatan Rp 45 miliar dari layanan cash manajemen hingga Juli

Total outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 di BRI per Juli 2021 mencapai Rp173,8 triliun, turun lebih kurang Rp 60 triliun dibandingkan kumulatif restrukturisasi Covid-19 sejak bulan Maret 2020. 

Dari total kredit yang direstrukturisasi Covid-19, sebanyak 5,58% atau senilai Rp 9,7 triliun telah turun menjadi non performing loan (NPL) hingga Juli.

Dengan pencadangan sebesar Rp23,7 triliun, Agus menilai NPL Coverage ratio untuk portfolio kredit restrukturisasi Covid-19 terjaga di atas 240%. 

Sementara itu, posisi LAR BRI sudah mengalami penurunan. Total  LAR perseroan per Juli mencapai Rp 247,25 triliun, turun sekitar Rp 6,24 triliun atau sebesar 2,46% dibandingkan Juli tahun 2020 lalu. "Penurunan ini terutama bersumber dari segmen Mikro dan kecil karena adanya pembayaran atau angsuran pokok," pungkas Agus.

Selanjutnya: Bank Permata targetkan kredit ritel tumbuh 5% sepanjang 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi