JAKARTA. Kendati masih dirundung pengetatan likuiditas, sumber pendanaan valuta asing (valas) justru lebih longgar. Sejumlah bank tidak agresif memburu dana pihak ketiga (DPK) valas. Alasannya, likuiditas valas masih tumbuh lebih kencang, sedangkan kredit valas tumbuh pelan. Tengok saja Bank Central Asia (BCA). Bank swasta terbesar di Tanah Air ini enggan memupuk dana valas. Jahja Setiatmadja, Presiden Direktur BCA, menerangkan, tahun ini BCA tidak memasang target tinggi di pos DPK valas. “DPK valas saat ini sudah mencukupi. Target BCA sekitar US$ 2,9 sampai US$ 3,3 miliar saja,” ujar Jahja kepada KONTAN, Senin (22/9). Alasan lain, Jahja menambahkan, BCA pun tak mau terlalu jor-joran di pos bisnis kredit valas. Tak jauh berbeda, Bank Rakyat Indonesia (BRI) pun tak berambisi mendongkrak DPK valas. "Penyaluran kredit valas tahun ini melambat dibandingkan tahun lalu. Ini membuat kami tak terlalu membutuhkan DPK valas,” kata Ahmad Baiquni, Direktur Keuangan BRI.
Hingga akhir semester I tahun ini, jumlah DPK valas BRI sekitar 12% dari total DPK yang mencapai Rp 488,45 triliun. Kondisi ini tak jauh berbeda dari posisi akhir tahun lalu. “Tahun ini juga akan relatif sama,” imbuh Baiquni. Kendati tidak memupuk dana valas, kondisi likuiditas valas di industri perbankan justru mengetat. Mengutip data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kucuran kredit perbankan Indonesia dalam denominasi valas sebesar Rp 568,12 triliun hingga Juli tahun ini. Angka ini susut 0,74% jika dihitung sejak akhir tahun lalu (year to date/ytd) yang sebesar Rp 572,37 triliun. Tapi, kredit valas masih tumbuh 20,70% secara tahunan (year on year) atau dari posisi Rp 470,66 triliun pada Juli 2013.