JAKARTA. Bank Rakyat Indonesia (BRI) ingin terus menegaskan diri sebagai bank spesialis penyalur kredit mikro. Ketegasan itu akan diperkuat dengan keinginan untuk meminta program Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi produk berlabel BRI. Selama ini, BRI dikenal sebagai bank penyalur KUR terbesar. Hingga Juli tahun ini, total plafon KUR BRI mencapai Rp 105,15 triliun. Selain sektor ritel BRI juga menyalurkan KUR di sektor mikro yang masing-masing plafonnya sebesar Rp 19,5 triliun dan Rp 85,6 triliun. Pada periode tersebut, jumlah debitur KUR BRI mencapai 111.413 UMK dan 10.536.349 UMK, dengan rata-rata kredit Rp 175 juta per debitur dan Rp 8,1 juta per debitur. Adapun level kredit macet alias non performing loan (NPL) KUR BRI masing-masing 3,7% KUR Ritel dan 2,2% KUR Mikro.
"Kami serius untuk membuat KUR menjadi produk BRI. Tentunya, itu tergantung dari pemerintahan baru nanti," jelas Djarot Kusumayakti, Direktur UMKM BRI, Rabu (3/9). Asal tahu saja, program KUR merupakan program dari pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Djarot menjelaskan, jika memang pemerintahan baru nanti tidak akan meneruskan program KUR, maka BRI siap untuk mengajukan diri meminta izin menjadi KUR berlabel BRI. Keinginan BRI bukan tanpa alasan. Menurut Djarot, selama ini BRI memang cukup serius dalam menyalurkan KUR. Selain itu, kata Djarot, KUR memiliki potensi pendapatan yang baik bagi BRI. "Inflow dana KUR memang tinggi. Tapi, outflownya juga tinggi," ungkap Djarot. Tahun ini, BRI sangat yakin bisa menyalurkan KUR hingga Rp 30 triliun.