BRI Life menyebut proses perekaman saat penawaran produk asuransi tidak efektif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Asuransi BRI Life (BRI Life) menyebut proses perekaman saat tenaga pemasar menawarkan produk asuransi tidaklah efektif. Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana mewajibkan alat bukti rekam saat produk asuransi diperjualbelikan agar berjaga-jaga jika nantinya terjadi sengketa.

Direktur Utama BRI Life Iwan Pasila bilang, kalau tujuannya hanya sekedar untuk bukti dan harus disimpan itu tidak efektif. Mengingat, perlu ada mekanisme dan kapasitas tertentu untuk menyiapkan hal tersebut.

“Biaya mungkin bukan faktor utama, tapi efektivitasnya yang hanya akan digunakan pada saat ada kasus ke pengadilan dan apakah akan bisa dipakai di pengadilan. Sementara akar permasalahan adalah kompetensi tenaga pemasar, tools, dan proses,” ujar Iwan kepada Kontan.co.id, Minggu (5/12).


Baca Juga: OJK punya pekerjaan rumah di sektor IKNB agar bisa imbangi perbankan dan pasar modal

Iwan berpendapat, yang perlu didorong sejatinya adalah kompetensi tenaga pengajar dan mekanisme pelayanan pelanggan yang tanggap untuk merespons pertanyaan nasabah. Menurutnya, saat ini banyak perusahaan sudah membuat mobile apps agar nasabah bisa setiap saat mengakses kondisi polisnya.

“Kami juga menerapkan disiplin yang ketat bagi tenaga pemasar, misalnya jika ditemukan tenaga pemasar yang tidak memberikan no telp yang benar maka hukumannya adalah terminasi,” imbuh Iwan.

Sebelumnya, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara bilang OJK sedang berencana untuk mengatur regulasi ulang dengan mewajibkan perusahaan asuransi melakukan perekaman saat menawarkan produk.

Memang, Tirta mengakui bahwa ada pro dan kontra terkait rencana tersebut. Hanya saja, ia menilai, hal tersebut perlu dilakukan karena selama ini pengaduan terkait produk yang tidak sesuai dengan penawaran sulit diselesaikan karena kurangnya bukti.

“Dua-duanya enggak punya bukti. Cuma eyel-eyelan saja, jadi banyak yang tidak bisa diselesaikan,” ujar Tirta dalam media briefing di Bandung, Sabtu (4/12)

Sekadar informasi saja, pengaduan terkait industri asuransi menempati posisi ketiga yang memiliki banyak pengaduan per 25 November 2021 yang mencapai 5.783 pengaduan. Adapun, terkait pengaduan produk yang tidak sesuai penawaran ada di urutan kedua setelah pengaduan terkait susahnya klaim asuransi.

Baca Juga: Langkah OJK untuk tangani aduan konsumen kerap terhambat kurangnya bukti

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat