KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) optimistis dengan potensi pertumbuhan kinerja perseroan ke depan. Hal itu didorong okeh tiga keunggulan yang dimiliki perseroan yakni modal yang cukup, likuiditas longgar, dan punya sumber pertumbuhan baru yang jelas. Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan, BRI saat ini memiliki modal yang cukup. Capital Adequacy Ratio (CAR)perseroan per Juni sekitar 25%, naik 20% secara tahunan. CAR atau adalah rasio kecukupan modal untuk menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh perbankan. Menurut Sunarso, persentase CAR saat ini membuat posisi keuangan BRI aman sehingga BRI punya keleluasaan menurunkan CAR dari level 25% saat ini ke level yang optimal di kisaran 16%-18%.
“Maka 2-3 tahun ke depan BRI tidak perlu menambah modal. Justru BRI perlu mengoptimalkan modal dengan cara bertumbuh,” kata Sunarso dalam keterangan resminya, Rabu (7/8).
Baca Juga: BRI Perluas Layanan Perbankan di Kemendagri dan BNPP Sementara dengan ketersediaan likuditas yang munpuni, BRI mampu menekan biaya dana atau
Cost of Fund (CoF) di kisaran 1,7%. CoF tersebut merupakan yang terendah, setidaknya sejak 2019. Pada 2019, angkanya sekitar 3,6%, pada 2020 ditekan menjadi 3,2%, dan pada 2021 sekitar 2,1%. Menurut Sunarso, hal tersebut menunjukkan bahwa transformasi BRI semakin kuat, terutama dari struktur liabilitasnya sehingga mampu mempertebal ketersediaan likuiditas. Sedangkan sumber pertumbuhan baru BRI dipastikan akan terus bertambah melalui Holding Ultra Mikro (UMi). “Sumber pertumbuhan baru dibangun melalui dibentuknya sinergi ekosistem ultra mikro dengan memasukkan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dalam BRI Group. Jadi, syarat pertama memiliki kejelasan sumber pertumbuhan baru,” ujarnya. Mengacu pada data BRI Group sebagai induk Holding UMi per Juni 2022, terdapat sekitar 45 juta potensi nasabah ultra mikro yang dapat diberdayakan. Adapun 15 juta di antaranya sudah dapat mengakses lembaga pembiayaan formal. Sementara Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu memproyeksikan pertumbuhan kinerja dalam 2-3 tahun ke depan setidaknya berada di kisaran 11%-12%. Melalui asumsi ini, katanya, pada kurun 3 - 5 tahun ke depan BRI masih memiliki opportunity untuk memberikan dividen pay out ratio yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal prapendemi.
Baca Juga: Buyback Saham BBRI Dilakukan Sampai Agustus 2023 “Tahun ini sebenarnya kami sudah memulai dividen
pay out ratio yang cukup tinggi, yaitu kurang lebih 85% dari
net profit di tahun 2021. Artinya, setiap lembar saham itu menerima kurang lebih Rp174,” ungkapnya. Dengan kondisi permodalan saat ini, kemudian pertumbuhan di kisaran 11-12% dan juga komitmen untuk memberikan return yang optimal dalam 3 - 5 tahun ke depan, BRI masih memiliki potensi untuk memberikan dividen di atas 70%. Senada, Direktur PT Indovesta Utama Mandiri Rivan Kurniawan yang juga seorang Indonesia Value Investor mengungkapkan, tak keliru jika BRI memiliki optimisme tersebut. Menurutnya, dua tahun terakhir terutama pascapandemi kinerja BRI sangat solid. “Dan saya melihat bahwa tren dari kinerja BBRI juga terus membaik pasca pandemi,” ujarnya. Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi poin-poin keberhasilan dari BRI, yaitu dari sisi loan dan
financing. Per kuartal II-2022, menurutnya
loan dan
financing BRI tumbuh sekitar 8,7% secara tahunan menjadi Rp1.104,8 triliun dari Rp1.015,9 triliun. Kemudian dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) bertumbuh sekitar 3,7% secara tahunan menjadi Rp1.137 triliun. Dari sisi profitabilitas, BRI pun sangat kuat. Net interest margin (NIM) kuartal II-2022 sekitar 8,24% meningkat secara tahunan dari 7,41%.
Baca Juga: BUMN Mempertajam Arah Bisnis Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) “Peningkatan NIM juga didorong dari fokus pertumbuhan segmen mikro dan ultramikro, serta efisiensi biaya bunga. Laba bersih juga tumbuh strong mencapai Rp24,9 triliun per semester I-2022, tumbuh sekitar 98,4 persen secara tahunan,” jelasnya. Adapun
Return on asset (RoA) juga bertumbuh 3% dan juga
return on equity (RoE) bertumbuh 17,48%,” lanjutnya. Kemudian hal lain yang juga disoroti adalah
Fee Based Income yang naik sekitar 7,8% secara tahunan dari Rp8,16 triliun menjadi Rp8,79 triliun per kuartal II-2022. Menurutnya, hal itu tak terlepas dari segmen e-channel dan deposit
administration fee yang menjadi kontributor terbesar, yakni sekitar 41% untuk e-channel dan deposit
administration fee sekitar 26%. Selain itu pertumbuhan dari non e-channel dan
insurance related juga cukup signifikan, yakni bertumbuh sekitar 53% dan
insurance related fee sekitar 46,9%. BRI pun dinilai mampu menjaga kualitas kredit yang jauh membaik pascapandemi. Di mana pada September 2020, loan at risk (LAR) sempat mencapai 29,8% saat pandemi. Seiring berjalannya waktu LAR BRI terus mengalami penurunan, yaitu per kuartal II-2022 mencapai 20,8%. “Dari sisi pencadangannya
loan at risk coverage juga secara konsisten menunjukan peningkatan dari 21,8 persen pada September 2020 menjadi 42,4 persen pada Juni 2022,” ujarnya.
Terakhir, dari sisi NPL coverage yang saat ini sangat konservatif di angka sekitar 2,66% menunjukan bahwa manajemen BRI ini cukup prudence dan juga konservatif dalam menjaga NPL-nya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto